Pemerintah Turun Tangan Validasi Data Korban Meikarta, Konsumen Harap Ada Titik Terang

Pemerintah Turun Tangan Validasi Data Korban Meikarta, Konsumen Harap Ada Titik Terang

Pemerintah Turun Tangan Validasi Data Korban Meikarta, Konsumen Harap Ada Titik Terang--

JEKTVNEWS.COM - Pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) akhirnya mengambil langkah konkret dalam menangani kasus perumahan Meikarta yang telah lama menjadi sorotan publik. Langkah ini dimulai dengan proses validasi dokumen milik para konsumen yang merasa dirugikan atas proyek perumahan milik PT Lippo Cikarang Tbk tersebut.

Bertempat di kantor Kementerian PKP, Jakarta, pada Kamis (10/4), pihak kementerian mempertemukan langsung perwakilan dari paguyuban korban Meikarta dengan pihak pengembang. Dalam pertemuan ini, PKP memfasilitasi proses verifikasi data guna memastikan keabsahan dokumen yang dimiliki para pembeli. Direktur Pembinaan Usaha Perumahan dan Perlindungan Konsumen, Mulyan Sari, menegaskan bahwa kementerian tidak membeda-bedakan bentuk pengaduan, baik yang datang dari paguyuban maupun dari individu.

BACA JUGA:IHSG Melejit Hampir 5 Persen, Pasar Global Ikut Bergairah

“Kami membuka ruang untuk semua konsumen, tanpa terkecuali. Baik yang tergabung dalam paguyuban ataupun yang datang secara pribadi, semuanya kami tampung dan proses,” ujarnya.

Menurut data yang dihimpun, terdapat 26 orang yang tergabung dalam paguyuban korban Meikarta. Namun, dalam proses validasi hari ini, hanya 23 orang yang hadir secara langsung. Para korban menyampaikan harapan agar pemerintah dan pengembang segera memberikan solusi yang adil, baik dalam bentuk pengembalian dana maupun serah terima unit hunian yang telah lama dijanjikan.

Yosafat, salah satu perwakilan korban, mengungkapkan besarnya kerugian yang dialami para pembeli. “Kalau ditotal dari 26 orang yang tergabung, jumlah kerugiannya mencapai sekitar Rp4,5 miliar,” ungkapnya.

BACA JUGA:Lepas Saham Lawson, Alfamidi Fokus Perkuat Bisnis Ritel Utama

Menanggapi hal ini, Hanri selaku perwakilan dari bagian after sales Meikarta menyampaikan bahwa pihaknya masih fokus pada proses verifikasi data. Ia belum bisa memberikan kepastian soal pengembalian dana atau unit hunian. "Kami sedang membawa dokumen-dokumen tersebut untuk dicek lebih lanjut terkait status masing-masing unit. Ini masih dalam proses internal," ucap Hanri.

Hanri juga menambahkan bahwa Meikarta selalu terbuka terhadap komunikasi dari konsumen. Menurutnya, pengembang menyediakan layanan pengaduan melalui berbagai kanal, seperti telepon dan email. “Kami tetap aktif dalam komunikasi dengan pelanggan. Konsumen dapat menghubungi kami melalui berbagai saluran yang telah disediakan,” tambahnya.

Sebagai latar belakang, proyek Meikarta pertama kali mencuat ke publik pada tahun 2016 dan mendapat perhatian besar karena promosi besar-besaran di berbagai media. Namun, tak lama kemudian proyek ini mengalami berbagai hambatan, mulai dari perizinan hingga persoalan hukum. Pemerintah Provinsi Jawa Barat bahkan sempat memerintahkan penghentian proyek karena ditemukan adanya ketidaksesuaian antara izin yang dikantongi pengembang dan luas lahan yang dikembangkan.

BACA JUGA:Rupiah Menguat di Tengah Sentimen Global Positif, Ditutup di Level Rp16.823 per Dolar AS

Dalam laporan, disebutkan bahwa Meikarta hanya memperoleh izin pengembangan untuk lahan seluas 84,6 hektare. Namun, pihak pengembang justru mengklaim mengembangkan proyek hingga 350 hektare, termasuk area Orange County, yang memperbesar kecurigaan publik terhadap keabsahan proyek tersebut.

Masalah Meikarta kian rumit ketika PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), anak usaha Lippo Group yang bertanggung jawab atas proyek ini, digugat pailit oleh dua perusahaan lain, yaitu PT Relys Trans Logistic dan PT Imperia Cipta Kreasi pada tahun 2018. Gugatan ini tercatat di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor perkara 68/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst.

Tak hanya sampai di situ, Meikarta juga terseret dalam kasus suap perizinan yang melibatkan pejabat daerah. Pada Oktober 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap 10 orang dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Bekasi. Pejabat daerah diduga menerima suap senilai Rp7 miliar, bagian dari komitmen fee senilai Rp13 miliar dari pengembang. Kasus ini juga menjerat Direktur Operasional Lippo Group saat itu, Billy Sindoro.

Sumber: