Pengelola TMII Membalas: Gak Pernah Dibantu Pemerintah tapi Pajak Miliaran Ditarik Terus

Pengelola TMII Membalas: Gak Pernah Dibantu Pemerintah tapi Pajak Miliaran Ditarik Terus

JAKARTA – Direktur Utama Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Achmad Tanribali Lamo membantah tidak pernah memberikan kontribusi kepada negara. Sebaliknya, taman rekreasi yang digagas Tien Soeharto itu selama inin menjadi salah satu pembayar pajar terbesar. di Indonesia.

“Paling besar di TMII itu pajak tontonan (pajak hiburan), selain PPh 21, PPh 25, dan sebagainya,” ujar Tanribali dalam konferensi pers di TMII, Minggu (11/2/2021).

Pada 2018 saja, pajak hiburan yang disetor pihaknya mencapai Rp9,4 miliar. Setahun kemudian, angkanya naik menjadi Rp9,7 miliar.

Sementara pada 2020, pajak hiburan yang disetor menjadi Rp2,6 miliar lantaran adanya dampak pandemi Covid-19.

“(Pandemi) Ini membuat penurunan luar biasa bagi aktivitas di TMII, sehingga program kerja kita juga laksanakan perubahan,” tuturnya.

“Hampir 60 persen kegiatan di TMII kita hilangkan karena Covid-19,” sambung dia.

Sementara, Sekretaris Yayasan Harapan Kita, Tria Sasangka Putra menambahkan, pihaknya telah memberikan banyak kontribusi kepada negara. 

“Sebagai pengelola barang milik negara, Yayasan Harapan Kita tetap membayar pajak bumi dan bangunan yang berdasarkan regulasi yang mengatur kewajiban PBB,” ungkap dia. Pembayaran PBB tetap dilakukan TMII sebagai bentuk kontribusi kepada negara.

Padahal bila mengacu aturan yang ada, TMII adalah barang milik negara yang masuk dalam pengecualian untuk membayar pajak. 

Tria juga menegaskan bahwa selama 44 tahun ke belakan, pengelola juga tidak pernah menggunakan anggaran negara dalam mengelola TMII.

“Pendanaannya dibiayai langsung oleh Yayasan Harapan Kita tanpa bantuan anggaran dari pemerintah,” jelasnya.

Selama ini juga, tutur dia, Yayasan Harapan Kita juga tidak pernah mengajukan kebutuhan anggaran kepada negara.

Kebutuhan baik untuk pembangunan fasilitas, perbaikan, hingga perawatan sepenuhnya dikeluarkan oleh yayasan yang banyak dihuni keluarga Cendana itu.

“Hal itu sesuai dengan Keppres 51/1977. Sehingga dengan demikian, Yayasan Harapan Kita tidak pernah membebani dan merugikan keuangan negara,” lanjutnya.

Sumber: