Filsafat Teras: Menemukan Kedamaian di Tengah Kegelisahan Zaman

Filsafat Teras: Menemukan Kedamaian di Tengah Kegelisahan Zaman

Filosofi Teras -Ist/ Jektvnews-

JEKTVNEWS.COM - Di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan penuh tekanan, muncul kebutuhan akan ketenangan batin yang sejati. Salah satu pendekatan yang kini mulai menarik perhatian banyak orang adalah filsafat teras—sebuah gerakan kontemporer yang menghidupkan kembali kebijaksanaan kuno filsafat Stoa (Stoisisme) untuk menjawab keresahan manusia modern.

Apa Itu filsafat Teras?

Filsafat teras adalah istilah yang dipopulerkan oleh Henry Manampiring melalui bukunya Filsafat teras: Filsafat Yunani-Romawi Kuno untuk Mental Tangguh Masa Kini (2019). Buku ini memperkenalkan Stoisisme, aliran filsafat yang berkembang di Yunani Kuno sekitar abad ke-3 SM, kepada pembaca Indonesia dalam bahasa yang mudah dipahami dan relevan dengan konteks masa kini.

Stoisisme sendiri dikembangkan oleh filsuf-filsuf seperti Zeno, Epictetus, Seneca, dan Marcus Aurelius. Inti dari ajaran mereka adalah bagaimana hidup secara bijaksana, tenang, dan bebas dari penderitaan emosional dengan mengendalikan reaksi kita terhadap dunia, bukan dunia itu sendiri.

BACA JUGA:Pemilihan Ketua RT Serentak Se-Kota Kota Jambi Pertama di Indonesia, Partisipasi Capai 99,5 Persen

Filsafat teras—seperti namanya—dianalogikan sebagai tempat bersantai dan merenung. Ia menjadi ruang mental untuk berpikir jernih, menenangkan diri, dan mengevaluasi hidup dengan tenang, sebagaimana kita duduk di teras rumah.

Keunikan Filsafat Teras

  1. Mengakar pada Kearifan Kuno, Relevan untuk Modernitas

Salah satu keunikan utama filsafat teras adalah keberhasilannya menjembatani kebijaksanaan klasik dengan realitas zaman sekarang. Walaupun Stoisisme berusia lebih dari dua ribu tahun, nilai-nilainya tetap sangat aplikatif. Contohnya adalah prinsip dikotomi kendali—membedakan antara hal-hal yang bisa kita kendalikan dan yang tidak. Di tengah situasi penuh ketidakpastian seperti pandemi atau tekanan kerja, prinsip ini memberikan kerangka berpikir yang sehat.

  1. Sederhana, Namun Mendalam

Berbeda dari banyak filsafat yang cenderung rumit dan teoritis, filsafat teras bersifat praktis. Ia tidak menuntut pemahaman akademik yang tinggi. Justru kesederhanaan bahasanya—baik dalam buku maupun praktiknya—membuatnya mudah dicerna dan langsung dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti melatih kesabaran, mengelola ekspektasi, dan menumbuhkan rasa syukur.

  1. Berfokus pada Ketahanan Mental (Mental Resilience)

Di era yang rawan stres dan gangguan mental, filsafat teras menawarkan pendekatan yang membangun ketangguhan batin. Ajaran Stoik seperti amor fati (mencintai takdir), memento mori (mengingat kematian), dan premeditatio malorum (membayangkan hal buruk yang bisa terjadi) justru membuat individu lebih siap secara mental, bukan pesimis, melainkan realistis dan tangguh.

  1. Tidak Dogmatis dan Universal

Filsafat teras tidak berpretensi sebagai jalan satu-satunya atau agama. Ia bersifat netral dan dapat dijalani oleh siapa saja, dari latar belakang manapun. Keunikan ini menjadikannya inklusif—cocok diterapkan baik oleh pelajar, profesional, maupun siapa saja yang mencari pegangan hidup tanpa harus terikat oleh sistem kepercayaan tertentu.

  1. Mendorong Kontemplasi dan Perbaikan Diri

Sumber: