Rupiah Melemah Usai Libur Lebaran, Tertekan Ketidakpastian Global dan Sentimen Perang Dagang

Rupiah Melemah Usai Libur Lebaran, Tertekan Ketidakpastian Global dan Sentimen Perang Dagang--
JEKTVNEWS.COM - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali mengalami pelemahan signifikan pada perdagangan Selasa, 8 April 2025. Rupiah ditutup pada level Rp16.891 per dolar AS, mencatat penurunan sebesar 69 poin atau sekitar 0,41 persen dibandingkan posisi penutupan pada hari perdagangan sebelumnya. Bank Indonesia melalui kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) mencatat nilai rupiah berada di posisi Rp16.849 per dolar AS pada perdagangan sore hari. Penurunan ini mencerminkan tekanan kuat yang masih membayangi kinerja mata uang Garuda di tengah gejolak ekonomi global.
BACA JUGA:Utang Luar Negeri Indonesia Sentuh Rp6.997 Triliun di Januari 2025, BI Pastikan Tetap Terkendali
Di kawasan Asia, pergerakan nilai tukar mata uang berlangsung secara bervariasi. Mata uang baht Thailand mengalami penurunan sebesar 0,17 persen, sedangkan yuan China juga melemah sebesar 0,18 persen. Di sisi lain, beberapa mata uang berhasil mencatatkan penguatan seperti peso Filipina yang naik 0,2 persen serta yen Jepang yang mencatatkan penguatan cukup signifikan sebesar 0,52 persen. Namun, ringgit Malaysia ikut menyusul tren pelemahan dengan minus 0,17 persen.
Sementara itu, sejumlah mata uang utama dunia cenderung menunjukkan performa positif. Poundsterling Inggris tercatat menguat 0,37 persen, euro kawasan Eropa naik 0,46 persen, dan franc Swiss ikut menanjak sebesar 0,15 persen. Penguatan ini mencerminkan minat pasar global terhadap aset-aset aman di tengah ketidakpastian ekonomi dunia.
BACA JUGA:BRI Raih Penghargaan Global, Brand Value Melonjak di Brand Finance 500
Analis dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengungkapkan bahwa tekanan terhadap nilai tukar rupiah saat ini dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap potensi perang dagang yang kembali mengemuka. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang kembali melontarkan wacana kebijakan dagang proteksionis, menjadi sumber kekhawatiran pelaku pasar global. Ketegangan tersebut membuat investor memilih untuk mengalihkan dana mereka ke instrumen yang dianggap lebih aman, salah satunya adalah dolar AS.
“Kondisi ini menunjukkan bahwa pasar sedang berada dalam fase risk-off, di mana pelaku pasar cenderung menghindari risiko dan mencari perlindungan. Hal ini semakin menekan nilai tukar rupiah,” ujar Lukman.
Ia menambahkan, pelemahan ini juga merupakan akumulasi dari sentimen negatif yang tertahan selama masa libur panjang Idulfitri. Selama lebih dari satu pekan, pasar domestik praktis tidak aktif, sementara berbagai dinamika global terus berlangsung, termasuk fluktuasi harga komoditas dan data ekonomi negara-negara besar.
BACA JUGA:Inovasi Kendaraan Ramah Lingkungan, Sinsen Perkenalkan Kecanggihan Honda ICON e: dan CUV e: di Jambi
Ketika perdagangan di Tanah Air kembali dibuka, semua tekanan tersebut langsung tercermin dalam pergerakan rupiah yang tertekan cukup dalam. Hal ini menjadi pelajaran penting bagi pelaku pasar untuk tetap mewaspadai risiko global meski di tengah periode liburan panjang.
Pelemahan rupiah tentu menjadi perhatian serius, terutama dalam kaitannya dengan daya beli masyarakat dan stabilitas harga barang impor. Bank Indonesia diharapkan dapat mengambil langkah-langkah strategis, baik melalui intervensi pasar valas maupun penguatan komunikasi kebijakan guna menenangkan pasar.
Ke depan, pelaku pasar masih akan mencermati kelanjutan sikap AS terhadap kebijakan dagangnya, serta respons negara-negara mitra seperti China dan Eropa. Selama ketegangan geopolitik dan perang dagang belum mereda, tekanan terhadap mata uang negara berkembang seperti rupiah masih berpotensi berlanjut.
Dalam situasi yang belum menentu ini, investor disarankan untuk berhati-hati dan terus memantau perkembangan global. Diversifikasi aset menjadi langkah bijak untuk menghadapi gejolak pasar yang bisa berubah dengan cepat.
Sumber: