Jerinx SID Resmi Dipolisikan Gara-gara Sebut IDI Kacung WHO

Jerinx SID Resmi Dipolisikan Gara-gara Sebut IDI Kacung WHO

JAKARTA - Personil band Superman is Dead (SID), I Gede Ari Astana alias Jerinx kembali membuat kontoversi. Kali ini dia menyebut Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai kacung dari World Health Organization (WHO) sehingga mewajibkan ibu yang akan melahirkan melakukan tes Covid-19.

Pernyataan itu dia buat dalam sebuah unggahan di media sosial Instagram pribadinya @jrxsid. Akibat unggahan tersebut dia pun harus berurusan dengan aparat kepolisian.

Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Syamsi mengatakan, IDI Provinsi Bali telah melaporkan Jerinx pada 16 Juli 2020 lalu. Jerinx dianggap telah melakukan penghinaan dan pencemaran nama bail.

“Dia (Jerinx) ada postingan atau kata-kata kalimat ‘gara-gara bangga jadi kacung WHO, IDI dan rumah sakit dengan seenaknya mewajibkan semua orang yang akan melahirkan tes Covid-19’,” kata Syamsi saat dihubungi, Selasa (4/8).

Dalam laporan ini, Jerinx disangkakan melanggar Pasal 28 Ayat (2) Juncto Pasal 45A Ayat (2) dan atau Pasal 27 Ayat (3) Juncto Pasal 45 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Menindaklanjuti laporan tersebut, Jerinx sudah dipanggil untuk dimintai keterangan pada Senin (3/8) kemarin. Namun, dia mangkir dari panggilan tersebut. Penyidik Polda Bali rencananya akan kembali melakukan pemanggilan terhadap Jerinx pada Kamis (6/8) lusa. Dia berharap, Jerinx tidak mangkir lagi dari panggilan tersebut.

“Kita masih tunggu dulu, jadwalnya kan (untuk panggilan kedua) hari Kamis nanti kalau yang bersangkutan mudah-mudahan hadirlah untuk diperiksa sebagai saksi,” pungkas Syamsi.

Jerinx memang dengan tegas menyebut Covid-19 ini bagian dari teori konspirasi. Dia juga bersama ratusan massa sempat menolah rapid test dan swab test sebagai syarat administrasi. Dia juga menyuarakan dan mengkritik keras bahwa ibu-ibu hamil yang ingin melahirkan harus menjalani rapid test. Dia mengungkapkan banyak kasus yang naik di media massa, beberap ibu-ibu harus kehilangan bayinya lantaran prosedur rapid tersebut.

“Lagi, lagi & lagi, ibu-ibu ini tetap dipaksa rapid hingga bayi-bayinya meninggal. Baca surat edaran Persatuan Rumah Sakit Indonesia (slide akhir). Poin 3 & 4 yg MELARANG rapid dijadikan syarat pelayanan kesehatan. Tapi faktanya? Saya harus marah ke siapa? WHO? Emang mereka mau denger suara saya? Siapa yg bisa ganti nyawa bayi-bayi ini? Ke siapa saya harus mengumpat?,” tulisnya.

Sumber: