BRIN Minta Wilayah Rawan Bencana Harus Memiliki Peta Bahaya Tsunami

BRIN Minta Wilayah Rawan Bencana Harus Memiliki Peta Bahaya Tsunami

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) -ist-

JEKTVNEWS.COM - Pusat Riset Kebencanaan Geologi (PRKG) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menekankan kepada masyarakat, untuk memiliki peta bahaya tsunami sebagai antisipasi untuk menghadapi ketika terjadi bencana tsunami.

Dijelaskan periset PRKG BRIN, Nuraini Rahma Hanifa, mengatakan ada indikator yang harus dilakukan untuk menghadapi bahaya tsunami, salah satunya ialah dengan menetapkan wilayah bahaya tsunami dan masyarakat diharuskan memiliki peta bahaya tsunami.

BACA JUGA:Menjaga Kestabilan Harga Pangan di Jambi Selama Bulan Puasa Ramadhan

Dilansir dari Humas BRIN pada Minggu (17/3), Rahma dalam acara Geohazard #3 Tsunami Hazards In Indonesia: a workshop to discuss recent events, their impact and their mitigation yang bekerja sama dengan British Geological Survey (BGS), menjelaskan bahwa peta bahaya tsunami akan memberikan kesiapsiagaan bagi masyarakat yang terletak di lokasi pesisir pantai, sehingga dapat mengurangi adanya korban jiwa dan kerugian material yang diakibatkan dari tsunami.

"Dengan pembuatan peta risiko tsunami dan peta jalur evakuasi berbasis teknologi foto udara, bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat pesisir terhadap tsunami. Tentunya dalam rangka meminimalkan korban jiwa dan kerugian ekonomi,” kata Rahma.

Dirinya menekankan kepada semua pihak untuk menerapkan standardisasi sistem peringatan dini di daerah rawan bencana.

BACA JUGA:Astra Honda Racing Team Dulang Podium Perdana di ARRC Buriram

"Tentunya substansi penguatan kesiapsiagaan tsunami itu meliputi Risk Assessment, Penyebaran dan Komunikasi Pengetahuan, Layanan Pemantauan dan Peringatan, Response Capability, Komitmen otoritas dan masyarakat terhadap keberlanjutan Sistem Peringatan dini," jelasnya.

Penyebab Bencana Tsunami

Salah satu narasumber dari British Geological Survey (BGS), David Tappin, mengungkapkan sumber terjadinya tsunami tidak hanya disebabkan oleh gempa bumi di dasar laut, namun juga akibat longsoran sedimen di area bawah laut.

"Namun, sejak akhir 1980-an, para ahli geosains mengungkapkan bahwa gempa bumi bukan satu-satunya sumber tsunami. Melainkan longsoran sedimen di bawah laut maupun permukaan atau subaerial juga merupakan sumber dari tsunami,” ungkapnya.

BACA JUGA:Perdana Pembukaan Bazar Ekonomi Kreatif Ramadhan 2024 di Tanjab Barat

Tsunami juga diakibatkan adanya perpindahan komponen vertikal dasar laut dari bawah ke atas, sehingga pada wilayah dasar laut akan menghasilkan tsunami yang cenderung memiliki waktu yang lama.

"Gaya dorong dan patahan normal merupakan sumber langsung tsunami dibandingkan strike slip atau sesar yaitu gaya gesekan yang membuat lempeng-lempeng saling bergerak. Dorongan dan patahan yang jatuh menukik tajam adalah yang paling utama penyebab tsunami," ungkapnya.

BACA JUGA:Sub Pekan Imunisasi Nasional Melindungi 8,7 Juta Anak Indonesia dari Polio

Akan tetapi, Menurutnya, tidak semua gempa akan menimbulkan tsunami. Adanya tsunami bisa terjadi jika gempa memiliki kekuatan tujuh sampai sembilan magnitudo.

"Tiga proses yang harus diperhatikan berdasar dampaknya dari tsunami adalah sumber pembuatan gelombang, perbanyakan gelombang melalui lautan. Kemudian run-up atau ketinggian tsunami pada titik inundasi maksimum di daratan, dihitung dari referensi muka air laut di darat," jelasnya.

Sumber: