DISWAY: Vaksin Itu
Rabu kemarin Komisi IX DPR ternyata mengadakan rapat kerja dan dengar pendapat. Komisi IX mengundang Kemenkes, BPOM, sponsor Vaksin Nusantara, Vaksin Merah Putih, dan dua orang ahli yang mendukung Vaksin Nusantara. Dokter-jenderal Terawan hadir mewakili Vaksin Nusantara. Prof. Dr. C. A Nidom, guru besar Unair, hadir sebagai ahli virus. Prof Dr Amin Subandrio hadir sebagai Lembaga Eijkman.
Menkes mengutus wakilnya: Prof. Dr. Dante Laksono Harbuwono. Menristek Prof Dr Bambang Brodjonegoro hadir sendiri. Demikian juga Kepala BPOM Dr Ir Penny K Lukito.
Tema rapat itu: membahas dukungan pemerintah pada pengembangan Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara. Yang memimpin sidang adalah Ketua Komisi IX DPR sendiri: Felly Estelita Runtuwene.
Hasil rapat kerja itu sudah bisa kita duga: mendukung Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara. Mereka mendesak BPOM untuk segera mengeluarkan izin uji coba fase 2 Vaksin Nusantara. Juga minta tim peneliti untuk membuka saja ke publik hasil penelitian fase 1 yang lalu.
Benarkah hasil uji coba fase 1 itu tidak memunculkan antibodi terhadap Covid-19 –seperti disebut dalam surat BPOM?
"BPOM telah membuat kesimpulan dari hasil rata-rata uji coba fase 1," ujar tim peneliti yang saya hubungi.
Memang, katanya, dari 28 orang yang ikut uji coba hanya tiga yang muncul antibodi dalam jumlah yang cukup. Tapi, katanya, itu karena dosis yang diberikan tidak sama. Ada 9 kategori dosis. Tentu hasilnya berbeda.
"Seharusnya belum itu yang dipersoalkan BPOM," ujar tim peneliti itu. "Kalau mau disiplin prosedur, seharusnya yang dipersoalkan adalah apakah ada efek samping atau tidak," tambahnya.
Uji coba tahap 1 adalah uji coba yang tujuannya fokus ke efek samping. Belum ke efektif atau tidak. "Sepanjang diketahui tidak ada efek samping maka izin uji coba tahap 2 harus diberikan," katanya.
Barulah kelak, di uji coba tahap 2, boleh dipersoalkan hasilnya: efektif atau tidak. Kalau tidak efektif jangan diberi izin untuk melakukan uji coba tahap 3. "Para ahli kami sendiri sepakat, kalau tidak efektif kami sendiri yang menghentikan. Tidak usah BPOM," katanya.
Saya pun bisa menerima penjelasan itu. Perasaan telah dibohongi pun sudah saya hilangkan.
Demikian juga soal keterlibatan RSPAD. Itu, katanya, soal teknis dan kemampuan peralatan. RSPAD-lah yang mempunyai peralatan yang sejajar dengan teknologi vaksin Nusantara.
Itu pula sebabnya Komisi IX DPR melangkah lebih nyata lagi. Yakni desakan agar uji coba fase 2 itu harus sudah tuntas sebelum tanggal 17 Maret 2021.
"Kesan saya Vaksin Nusantara ini sengaja dihambat," ujar Melki yang juga seorang apoteker –pun istrinya. Melki asli Kupang, NTT. Istrinya asli Jawa Tengah. Keduanya bertemu di belanga Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Dari belanga itu lahir seorang putri yang masih sekolah SD.
Tentu BPOM tidak mau dikatakan sengaja menghambat. Kepala BPOM Penny Lukito sudah mengungkapkan dalam suratnya itu. BPOM sifatnya minta klarifikasi. Maka kewajiban tim peneliti untuk menjelaskannya.
Sumber: