DISWAY: Gading Seno

DISWAY: Gading Seno

Dua hari lalu saya ikut seminar Zoom tentang ekonomi. Yang pembicaranya Rizal Ramli, Didik J Rachbini, Anthony Budiawan, Salamuddin Daeng, dan Philip Widjaya.

Tapi itu hanya membuat saya sedih. Angka-angka ekonomi yang dipaparkan tidak ada yang menghibur. Sama sekali. Bahkan digambarkan tahun ini akan sangat-sangat parah.

Habis seminar saya langsung nonton Seno Nugroho lagi. Agar cepat tertawa lagi. Lakon yang saya pilih: Ontoseno Mencari Siapa Bapaknya. Rupanya itu lakon campuran. Di-mix dengan lakon Kawinnya Poncowolo bin Puntodewo dengan Dewi Pergiwati binti Arjuna".

Perkawinan itu nyaris batal gara-gara Pandita Durna –yang ingin menjodohkan Pergiwati dengan Lesmana yang banci, anak raja Astina. Ayah Pergiwati pun membatalkan perkawinan itu.

Ayah Poncowolo yang pendiam itu gemuruh hatinya. Sampai menjelma jadi raksasa sebesar tujuh gunung jadi satu.

Poncowolo sendiri hancur hatinya. Ia curhat ke Petruk, abdinya. Petruk cuek bebek. "Yang penting bukan Pergiwati yang memutus cinta," ujar Petruk. "Begini saja. Curi saja pengantin wanitanya. Bawa lari," nasihat Petruk.

Petruk lantas meyakinkan Poncowolo. "Itu, Bethara Krisna yang titisan Dewa Wishnu, dulu juga kawin lari," ujar Petruk.

Saat bicara begitu Krisna diam-diam ada di belakangnya. Petruk tidak menyadari kehadiran Krisna. Petruk terus nerocos. "Krisna itu kan istrinya tiga. Tiga-tiganya hasil curian," ujar Petruk. "Ayo, saya bantu mencuri Pergiwati," tambahnya. Ia pun membalik badan, mau berangkat ke desa Madukara, tempat Arjuna memingit Pergiwati.

Dari lakon ini saya baru tahu kisah pertama Antasena bertemu ayahnya, Bimasena. Antasena adalah anak Bimasena dari istri yang anak Dewa ular. Karena itu kulit Antasena bersisik.

Dunia wayang seperti menggambarkan zaman ketika dunia masih di awal perkembangan manusia. Ada perkawinan antara ular dan manusia, kera dan manusia, kuda dan manusia.

Semua jenis makhluk hidup bersama. Saling bantu dan saling bunuh. Ada kera baik, ada manusia jahat.

Semua itu dibawakan Seno dengan humor dan spontanitas yang selera tinggi.

Memang, zaman modern bisa merusak. Akibat tuntutan pasar yang sering muncul adegan Bagong. Itulah adegan paling lucu. Dan Seno punya ''suara Bagong'' yang disukai. Akibatnya, wayang Seno seperti dikuasai Bagong.

Menonton wayang Seno tidak bosan. Adegannya sering tidak bisa ditebak. Tidak seperti wayang lama. Yang sebelum nonton pun kita sudah tahu: tokoh siapa yang akan keluar pertama, kedua sampai di akhir lakon.

Lebih dari itu.

Sumber: