Pemerintah Tambah Kuota Impor Sapi Bakalan 184 Ribu Ekor, Impor Daging Beku Justru Dikurangi

Pemerintah Tambah Kuota Impor Sapi Bakalan 184 Ribu Ekor, Impor Daging Beku Justru Dikurangi

Pemerintah Tambah Kuota Impor Sapi Bakalan 184 Ribu Ekor, Impor Daging Beku Justru Dikurangi--

JEKTVNEWS.COM - Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, resmi menambah kuota impor sapi bakalan sebanyak 184 ribu ekor untuk tahun 2025. Penambahan ini dilakukan guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui sektor peternakan rakyat yang dinilai memiliki nilai tambah tinggi dibandingkan impor daging beku.

BACA JUGA:80 Ribu Kopdes Merah Putih Siap Dibentuk, Kemenkop dan Kemenkumham Sepakat Percepat Proses Legalitas

Awalnya, kuota impor sapi bakalan ditetapkan sebanyak 300 ribu ekor, namun kini dinaikkan menjadi 484 ribu ekor. Menurut Zulkifli Hasan atau yang akrab disapa Zulhas, kebijakan ini diambil untuk memfasilitasi proses penggemukan sapi di dalam negeri, yang dapat menyerap tenaga kerja dan memberdayakan petani. "Saya sudah bicara, kalau memang kita fokusnya bakalan, nanti kita bebaskan saja. Enggak usah dikuota-kuotain lagi kalau pengin penggemukan," ungkap Zulhas seusai menghadiri Rapat Perubahan Neraca Komoditas 2025 di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta Pusat, Jumat (16/5).

Sebaliknya, kuota impor daging beku justru dikurangi. Pemerintah memutuskan mengurangi separuh kuota impor daging kerbau beku dari 200 ribu ton menjadi 100 ribu ton, sementara kuota impor daging sapi beku tetap di angka 180 ribu ton.

Zulhas menjelaskan bahwa daging beku tidak memberikan nilai tambah bagi perekonomian lokal. Menurutnya, daging beku yang diimpor hanya dijual kembali tanpa proses lanjutan, berbeda dengan sapi bakalan yang harus digemukkan terlebih dahulu oleh peternak lokal, sehingga menciptakan rantai ekonomi yang lebih panjang. "Kalau daging beku enggak ada nilai tambahnya. Dagingnya es dari sana, masuk sini langsung jual. Harganya malah bisa lebih murah dibandingkan hasil penggemukan," ujarnya.

BACA JUGA:Filano Beauty Class-y Menjadikan Perempuan Jambi Cantik Luar Dalam

Dengan menambah kuota sapi bakalan, Zulhas berharap semakin banyak peternak, petani jagung, hingga petani rumput yang bisa terlibat dalam mata rantai produksi. Proses penggemukan sapi membutuhkan waktu sekitar 6 bulan hingga 1 tahun, dan selama itu menciptakan lapangan kerja dan permintaan pakan ternak yang tinggi. "Sapi bakalan itu belinya masih kecil, digemukkan di sini melibatkan ratusan ribu petani. Dikasih makan, ada jagungnya, ada rumputnya. Itu punya nilai tambah yang luar biasa," kata Zulhas yang juga menjabat Ketua Umum PAN.

Dengan banyaknya sapi bakalan yang masuk, maka keseimbangan harus dijaga dengan membatasi jumlah daging beku yang diimpor agar tidak merusak harga pasar dan membunuh usaha peternakan lokal.

Dalam kesempatan yang sama, Zulhas juga menolak usulan dari Kementerian Perindustrian untuk menambah kuota impor jagung. Ia menegaskan saat ini Indonesia sedang berada dalam masa panen raya jagung, dan pemerintah harus berusaha menjaga Harga Pembelian Pemerintah (HPP) jagung di level Rp5.500 per kilogram.

Di luar itu, Zulhas juga menyampaikan keluhan masyarakat di daerahnya, Lampung, terkait anjloknya harga singkong. Ia menyebut banyak pihak yang memprotes dirinya dan Kementerian Pertanian karena belum ada langkah konkret dalam mengatur larangan dan pembatasan (lartas) impor singkong dan tapioka.

BACA JUGA:Harga Emas Antam Anjlok Rp23 Ribu di Hari Waisak, Ini Daftar Lengkap Harga Terbarunya

Namun demikian, ia mengakui bahwa kewenangan untuk mengatur lartas impor tersebut masih berada di tangan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. "Sudah didatangi demo saya, katanya kami habis. Tapi ternyata kuncinya masih di Menko Perekonomian," ujarnya blak-blakan.

Zulhas menuturkan bahwa Kementerian Perdagangan telah mengusulkan agar pengaturan lartas pangan dipindahkan ke Kemenko Pangan. Namun, usulan tersebut baru mulai diproses dan belum diterapkan.

Sementara itu, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal juga ikut mendorong pemerintah pusat segera memberlakukan larangan atau pembatasan impor singkong dan tapioka, guna melindungi petani lokal yang terjepit oleh anjloknya harga di pasar. Menurutnya, penetapan harga dasar singkong sebesar Rp1.350 per kg masih belum cukup efektif dalam memberikan perlindungan bagi petani.

Kebijakan pemerintah dalam menambah kuota impor sapi bakalan dan membatasi impor daging beku menjadi strategi baru dalam menyeimbangkan kebutuhan pangan dengan pemberdayaan ekonomi lokal. Di sisi lain, polemik soal impor jagung dan singkong masih menjadi pekerjaan rumah yang menanti penyesuaian regulasi lintas kementerian agar kepentingan petani lokal tetap terlindungi.

Sumber: