Perjuangan Buruh: Jejak Panjang Menuju Keadilan Sosial

Buruh Gerobak di Pasar Tanggo Rajo Ilir-Jektvnews-
JEKTVNEWS.COM - Perjuangan buruh adalah kisah panjang yang mencerminkan dinamika hubungan antara pekerja dan pemilik modal dalam sistem ekonomi. Sejak Revolusi Industri, buruh telah menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi dunia. Namun, peran vital tersebut tidak selalu diiringi dengan penghargaan yang layak.
Sejarah mencatat bagaimana buruh harus melalui berbagai bentuk penindasan dan ketidakadilan sebelum mendapatkan hak-haknya yang kini dianggap sebagai hal dasar: upah layak, jam kerja manusiawi, jaminan sosial, serta hak untuk berserikat.
Di Indonesia, perjuangan buruh memiliki akar yang dalam. Sejak masa kolonial, para pekerja pribumi yang bekerja di perkebunan, pabrik, dan pelabuhan hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Mereka menerima upah sangat rendah, bekerja berjam-jam tanpa jaminan kesehatan atau perlindungan keselamatan kerja. Ketimpangan tersebut perlahan memantik kesadaran kolektif akan pentingnya memperjuangkan hak-hak buruh.
Organisasi buruh mulai bermunculan pada awal abad ke-20, seperti Sarekat Islam yang memiliki cabang buruh, lalu berkembang menjadi organisasi yang lebih spesifik seperti Persatuan Pegawai Pegadaian Bumiputera (PPPB), dan Serikat Buruh Kereta Api. Perjuangan mereka tidak hanya menuntut perbaikan ekonomi, tetapi juga menjadi bagian dari perjuangan nasional untuk kemerdekaan.
Setelah kemerdekaan, perjuangan buruh tidak serta-merta berhenti. Justru, dinamika perburuhan di Indonesia memasuki babak baru yang tak kalah kompleks. Pada masa Orde Lama, buruh memiliki peran politik yang signifikan melalui organisasi seperti SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) yang berafiliasi dengan PKI.
Namun, setelah peristiwa 1965 dan bergulirnya Orde Baru, peran buruh dipinggirkan secara sistematis. Pemerintah membentuk serikat buruh tunggal di bawah kendali negara, membatasi aksi mogok, dan menekan kebebasan berserikat. Buruh dijadikan sebagai tenaga kerja murah untuk menarik investasi asing, tetapi hak-hak dasarnya sering diabaikan.
Reformasi 1998 menjadi titik balik penting. Demokratisasi membuka ruang bagi kebebasan berserikat dan menyuarakan aspirasi. Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh menjadi dasar hukum bagi buruh untuk membentuk dan bergabung dalam serikat pekerja secara independen. Aksi-aksi buruh mulai menggema kembali di ruang publik, terutama setiap tanggal 1 Mei yang diperingati sebagai Hari Buruh Internasional.
Meski demikian, perjuangan buruh belum selesai. Di era globalisasi dan ekonomi digital saat ini, buruh menghadapi tantangan baru. Sistem kerja kontrak dan outsourcing yang marak menyebabkan banyak buruh kehilangan kepastian kerja. Upah minimum di berbagai daerah seringkali tidak mencukupi kebutuhan hidup layak.
Sementara itu, fleksibilitas pasar tenaga kerja yang dikampanyekan dalam kebijakan seperti UU Cipta Kerja (Omnibus Law) dipandang oleh banyak kalangan buruh sebagai bentuk kemunduran karena mengurangi perlindungan hukum bagi pekerja.
Perjuangan buruh hari ini tidak hanya soal tuntutan ekonomi, tetapi juga menyangkut keadilan sosial. Mereka menuntut perlakuan manusiawi, kesempatan untuk berkembang, dan jaminan sosial yang memadai. Teknologi yang berkembang pesat juga memunculkan jenis-jenis pekerjaan baru—seperti pekerja gig economy (driver ojek online, kurir, freelance digital)—yang belum sepenuhnya terakomodasi dalam sistem perlindungan ketenagakerjaan formal.
Serikat pekerja memainkan peran penting dalam memperjuangkan hak-hak tersebut. Namun, tantangannya tidak sedikit. Fragmentasi serikat, kurangnya solidaritas antar sektor, serta tekanan dari pihak pengusaha dan pemerintah sering menjadi hambatan. Oleh karena itu, kolaborasi lintas sektor—antara buruh, akademisi, LSM, dan masyarakat sipil—menjadi penting untuk memperkuat gerakan buruh.
Pendidikan juga menjadi kunci dalam memperkuat posisi buruh. Dengan pemahaman yang baik tentang hak-hak mereka, buruh dapat lebih percaya diri dalam bernegosiasi dan menyuarakan aspirasinya. Di samping itu, penggunaan media sosial dan teknologi informasi menjadi alat penting dalam menyebarkan informasi dan membangun solidaritas.
Perjuangan buruh adalah perjuangan jangka panjang. Ia bukan hanya milik mereka yang bekerja di pabrik atau kantor, tetapi juga milik kita semua yang percaya bahwa setiap orang berhak mendapatkan kehidupan yang layak dari kerja yang mereka lakukan.
Momen-momen seperti Hari Buruh seharusnya menjadi refleksi, bukan sekadar seremoni, bahwa perjuangan untuk keadilan di tempat kerja adalah bagian dari perjuangan untuk keadilan sosial secara keseluruhan.
Sumber: