Warga Desa Ranggo Terdampak, Kala Lahan Hutan Tanaman Energi Jadi Tambang Emas Ilegal di Sarolangun

Selasa 08-10-2024,10:00 WIB
Reporter : Kurnia Sandi
Editor : KSandi

Mendorong Pencabutan Izin

Mencermati kondisi yang terjadi, organisasi lingkungan WALHI Jambi mendorong agar pemerintah segera ambil tindakan. 

“Kami mengusulkan pencabutan izin dan hak pengelola dikembalikan ke masyarakat. Wilayah itu bisa dijadikan kawasan kelola, seperti hutan desa. Bisa dikelola antara tanaman hutan dan jenis pemanfaatan, seperti kopi dan kayu manis," jelas Eko Mulia, Manajer Advokasi WALHI Jambi.

Dia pun menyinggung perihal aktivitas tambang emas ilegal, dimana pelakunya juga banyak yang melibatkan warga setempat. 

“Menjadi sebuah tantangan bagaimana masyarakat bisa memperoleh sumber pendapatan lain [di luar emas], ini yang perlu dianalisis,” ucapnya. 

“Sejauh ini posisi WALHI melihat untuk mencegah deforestasi hutan dan alih fungsi lahan, maka perlu ditanami dengan komoditi bermanfaat buat masyarakat, bukan komoditi hutan seperti jenis tanaman energi,” sebutnya.

Dia pun menyebut WALHI sedang memperkuat dalil, untuk mengajukan usulan pencabutan izin PT HAN ke KLHK.

“WALHI Jambi sepakat mendorong pencabutan izin PT HAN. Adapun area yang dimanfaatkan oleh masyarakat itu diberikan sebagai wilayah kelola rakyat,” katanya.

Fendi memandang baik jika warga diperkenankan untuk mengelola lahan. Dia sebut berkebun bisa jadi alternatif pendapatan warga, bukan hanya bergantung dari hasil mencari emas yang penuh ketidakpastian dan berisiko untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Bisa dari komoditi seperti kopi, yang ditanam di area hutan," ucapnya (20/08/2024).

Dia menyebut, warga terpaksa mencari emas lantaran lahan sudah tidak lagi cukup tersedia di Desa Ranggo.

Sedang untuk memenuhi kebutuhan kayu rakyat, dia bilang warga Desa Ranggo bisa mulai membudidayakan tanaman kayu hutan seperti pulai dan tembesu, untuk kebutuhan bahan baku rumah tangga dan bangunan.

Benny Budiansyah, Kasi Pemantauan dan Evaluasi Badan Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL) Unit IV Jambi membenarkan jika izin konsensi PT HAN telah dimulai sejak 2013 yang lalu. Namun sejak pandemi COVID-19 melanda, kegiatan perusahaan itu berhenti hingga saat ini. 

Dia bilang pihak BPHL IV Jambi akan menyurati KLHK terkait ketidakoperasian dari perusahan.

“Kita berikan peringatan dulu, misalkan tidak terpenuhi dalam jeda waktu dalam 30 hari, muncul peringatan kedua, peringatan ketiga, lalu dipanggil, masih sanggup atau tidak, lalu dilepas perizinannya,” tutur Benny.

BACA JUGA:Gebyar Pelayanan Prima 2024: Pjs. Bupati Tanjab Barat Dukung Pelayanan Publik Inklusif dan Inovatif

Kategori :