Hukum Manfaatkan Fasilitas Air Masjid untuk Berkerjasama dalam Bidang Usaha, Cek Mengenai Penjelasannya Disini!!
Lalu, bila suatu masjid memiliki sumber mata air yang dapat dimanfaatkan? Maka, nadzir (pengelola) masjid harus mengalokasikannya untuk kepentingan umum sesuai dengan adat yang berlaku di masyarakat serta yang paling dekat dengan tujuan wakaf pada umumnya.
Hal ini dibolehkan selama tidak ada syarat tertentu dari orang yang mewakafkan (waqif) terkait pemanfaatan sumber air milik masjid.
Misalkan, orang yang mewakafkan (waqif) mensyaratkan air sumur masjid hanya dipakai untuk minum saja maka tidak boleh dimanfaatkan selain untuk minum misal untuk mandi dan sejenisnya.
وسئل بما لفظه جوابي ونحوها عند مسجد وبها مياه ولا يدري على أي جهة وقفت فما الحكم؟ فأجاب بقوله يتبع فيها العادة المستمرة من غير نكير أخذا من قاعدة أن العادة المحكمة
Artinya, “Dan beliau (Ibnu Hajar al-Haitami) ditanyai mengenai perkara yang bentuknya penampungan air dan sesamanya pada masjid dan di dalamnya terdapat air dan tidak diketahui dalam sisi mana diwakafkan maka apa hukumnya? Ia (Ibnu Hajar al-Haitami) menjawab, ‘Hukumnya sesuai dengan adat yang berlaku selama tidak dalam perkara yang diingkari karena mengambil kaidah ‘Adat menjadi landasan hukum,’” (Al-Haitami Ibnu Hajar, Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra [Kairo: Maktabah Islamiyyah,2003], juz III, halaman 259).
Baca Juga : studi terbaru radang gigi dapat menyebabkan penyakit jatung
Menurut as-Subuki, barang yang telah diwakafkan boleh untuk diubah bentuknya misal sumur air wakaf diubah menjadi sumber produksi air kemasan dan sesamanya dengan tiga syarat yaitu:
- Tidak sampai mengubah penyebutan nama (musamma) barang wakaf tersebut.
- Adanya maslahat yang lebih baik seperti bertambahnya pendapatan dari barang wakaf.
- Tidak menghilangkan ‘ain (barang) wakaf. (Al-Qalyubi Ahmad Salamah, Hasyiyah Al-Qalyubi wa Amirah [Beirut: Darul Fikr, 1995] juz III, halaman 109).
Nadzir (pengelola) masjid harus berhati-hati dalam mengelola aset milik masjid serta memaksimalkan pendapatan dari aset milik masjid untuk kepentingan masjid.
Misal nantinya pendapatan dari air kemasan yang diproduksi keuntungannya digunakan untuk perkara yang maslahat (mashalih) bagi masjid. Selain itu, nadzir (pengelola) masjid juga boleh untuk berinovasi dalam mengembangkan (al-inma’) aset masjid.
Misal contoh, dengan akad sewa, akad tanam, akad bagi hasil ataupun sejenisnya (Kementerian Wakaf Kuwait, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah [Kairo: Dar Shofwah,2008] juz.7 hal.67) Mengembangkan aset wakaf sangat dianjurkan bagi nadzir (pengelola) masjid.
Para ulama menyamakan hal ini dengan perintah Rasulullah untuk mengembangkan harta milik anak yatim:
قال رسول الله من ولي يتيما له مال فليتجر له بماله
Sumber: