Pengakuan Pegawai Perempuan KPK Dituduh LGBT dan Diajak Jadi Istri Kedua
JAKARTA — Asesmen Tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi sorotan publik. Hal itu setelah 75 pegawai KPK dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Seorang pegawai di internal KPK mengungkapkan sejumlah kejanggalan itu, dia mengaku mendapat pertanyaan yang memojokkan dari penguji saat menjalani asesmen TWK. ’’Udah umur 35 kok belum nikah? Masih punya hasrat nggak? Mau jadi istri kedua saya?,” kata seorang pegawai perempuan KPK yang enggan menyebutkan namanya kepada JawaPos.com, Jumat (7/5).
Dia merasa pertayaan itu sangat menyudutkan dan terkesan janggal. Dia mengeluh mengapa pertanyaan itu harus ditanyakan, karena tugas pokok dan kinerja KPK adalah memberantas korupsi. Dia pun bahkan mengakui dituduh lesbian, gay, biseksual dan transgender/transeksual (LGBT). Pertanyaan TWK seperti itu dinilai sangat menyudutkan. “Kalo nikah sama saya mau ya? dituduh LGBT segala,” ungkapnya lagi.
Selain soal pribadi, pegawai KPK tersebut juga turut ditanyakan soal isu keagamaan. Pegawai lembaga antirasuah lainnya mengaku diminta untuk membaca syahadat ulang saat melakukan TWK. “Ada yang disuruh syahadat ulang. Ada yang disuruh baca doa makan,” beber sumber internal tersebut.
Bahkan dalam TWK itu, pegawai KPK ditanya mengenai juga soal keyakinan yang dianutnya. “Ditanya, kamu Islamnya Islam apa? Salat subuhnya pake qunut?,” beber sumber internal lainnya. “Mereka ini siapa sih ngecek-ngecek agama orang?,” sesal sumber internal itu.
Tak bisa dimungkiri, sejumlah pertanyaan mengenai agama itu muncul karena belakangan KPK sempat dituduh berkembangnya isu radikal bahkan kerap disebut sarang Taliban.
Sejumlah pertanyaan janggal itu lantas mendapat kritik dari berbagai elemen, seperti Aliansi Gerak Perempuan dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks) yangmengecam pelaksanaan tes alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Pertanyaan dalam TWK dinilai diwarnai dengan pertanyaan tidak etis yang bernuansa seksis, mengandung bias agama, bias rasisme dan diskriminatif. Anggota Gerak Perempuan, Jessica menegaskan pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak ada kaitannya dengan tugas, peran, dan tanggung jawab seorang pegawai KPK. Sehingga tidak layak ditanyakan dalam sesi wawancara.
Menurutnya, pertanyaan seperti tersebut sangat bernuansa seksis. Karena didasari oleh anggapan yang menempatkan perempuan sebatas pada fungsi dan peran organ reproduksinya dan sangat menghakimi privasi dari pegawai KPK tersebut. “Pertanyaan dan pernyataan yang seksis ini juga menunjukkan buruknya perspektif gender dari aparatur negara. Hal ini juga bertentangan dengan Pasal 28G (1) 1945 dan amandemennya mengatur setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi,” kecamnya.
Dia menuturkan, tes peralihan pegawai KPK menjadi ASN merupakan salah satu proses untuk menyaring orang-orang yang selama ini kritis terhadap kebijakan pimpinan KPK, bahkan terhadap kebijakan negara yang tidak melindungi KPK untuk membasmi koruptor. “Hal ini terlihat dari pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi dan menggiring opini peserta,” ungkap Jessica. (jpg/fajar)
Sumber: www.fajar.co.id
Sumber: