Disway: Hujatan Tahunan
Kekuasaan presiden yang terbatas seperti sekarang dianggap menghambat kemajuan. Trump kelihatan begitu iri kepada Xi Jinping –yang semua kata-katanya harus terwujud di lapangan.
Demikian juga betapa kesal Trump melihat pemerintah pusat yang tidak bergigi di mata negara bagian.
Maka Pilpres sebulan lagi ini harus dimenangkan incumben. Bahkan Trump sudah nekad: tidak mau meninggalkan Gedung Putih kalau dikalahkan oleh Pemilu yang ia anggap tidak beres.
Trump sudah mencurigai Demokrat akan curang: lewat kartu suara yang dikirim dengan pos.
Trump juga bertekad akan melawan sistem penghitungan suara yang melebihi jam yang ditentukan. Ia akan minta Mahkamah Agung yang memutuskan syah tidaknya perhitungan suara itu.
Trump juga akan mengerahkan jaksa federal untuk menggugat semua negara bagian yang ia anggap penghitungan suaranya tidak beres.
Ia sudah menemukan bukti awal: ada 9 surat suara yang masuk ke tempat sampah. Semua suara itu dikirim lewat pos. Tujuh di antaranya memilih Trump. Yang dua lagi tidak jelas untuk siapa.
Surat suara di tempat sampah itu ditemukan di negara bagian Pennsylvania. Yang dulu Trump menang di sini. Yang diramalkan, sesuai hasil survei, kali ini Trump pasti kalah.
Maka sekarang ini di Amerika mulai muncul kekhawatiran Pemilu kali ini akan rusuh.
Semoga tidak. Kita sudah telanjur berkiblat ke Amerika. Demokrasi kita pun sudah telanjur ikut cara Amerika.
Maka negara Buddha seperti Thailand, Myanmar, Srilanka, Nepal dan Butan kini juga harus waspada dengan komunis: apakah ajaran Buddha bisa bersaing dengan komunis dalam memakmurkan rakyat.
Negara Hindu seperti India juga harus mencari jalan agar Hindu bisa bersaing dengan komunis untuk membuat negaranya makmur.
Demikian juga negara-negara Islam yang anti komunis. Harus bisa lebih baik dari komunis dalam memakmurkan rakyat. Kita sudah telanjur menghujat komunis setidaknya setiap tahun sekali. (Dahlan Iskan)
Sumber: