jektvnews.com - Terkait masa jabatan Presiden Republik Indonesia, seorang masyarakat bernama Herifuddin Daulay melayangkan surat gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i.
Dirinya menguji soal syarat presiden dan wakil presiden hanya bisa menjabat maksimum 2 kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
"Setelah menimbang dan mempelajari keuntungan dan kerugian adanya pembatasan jabatan presiden, pemohon berkesimpulan bahwa lebih besar mudharat ketimbang manfaat dari adanya aturan pembatasan jabatan presiden," kata Herifuddin dalam gugatan yang teregister di MK sebagai perkara nomor 4/PUUXXI/2023 itu, dikutip dari kompas, Jumat (3/2).
Menurut Herifuddin, masa jabatan presiden dan wakil Presiden yang dibatasin 2 periode tersebut harus dihapuskan.
"Norma yang mengatur pembatasan jabatan presiden dan wakil presiden yang hanya 2 (dua) kali masa jabatan harus dihapus," lanjutnya.
Dirinya menambahkan, terjadi pula kesalahan dalam Pasal 7 UUD 1945 yang menjadi rujukan Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu, yang mengatur bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Ia menganggap aturan itu "mengambang" dan "tidak pasti".
Baca Juga : persiapan kompetisi liga 1 rans nusantara fc perkuat para pemain dengan mendatangkan pelatih dari brazil
"Yang menjadi norma landasan dasar adanya pembatasan atau menghalangi pribadi penjabat presiden untuk menjabat lebih dari 2 kali masa jabatan, baik secara berturut-turut maupun berselang, adalah UU 7 Nomor 2017 Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i, bukan pokok dari Konstitusi UUD 1945 Pasal 7 bermaksud," jelasnya.
Sebelumnya, Herifuddin juga pernah melayangkan surat gugatan UU IKN ini merasa telah dirugikan hak konstitusionalnya karena pembatasan masa jabatan ini. Dalam sidang lanjutan di MK, Rabu (1/2/2023) yang lalu.
Dirinya menuturkan bahwa orang yang berkompetensi untuk menjabat sebagai presiden hanya sedikit, sehingga pembatasan demikian membuat pemimpin yang terpilih adalah orang yang tidak kompeten.
Sebelumnya, juga sudah ada tiga orang yang melakukan gugatan ke Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) RI mengenai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
Namun, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) RI menolak gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan oleh tiga orang pemohon terkait dengan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI.
"Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan perkara Nomor 101/PUU-XX/2022 yang disiarkan MK secara virtual, dikutip dari tempo.co, Rabu, (23/11/ 2022).