Baca Juga : program jaminan kesehatan nasional dinobatkan sebagai asuransi sosial single provider terbesar di dunia
Gugatan pasal 169 huruf N Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tersebut diajukan oleh tiga orang yakni, Ghea Giasty Italiane, Desy Febriani Damanik, dan Anyelir Puspa Kemala.
Pada bagian pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Arief Hidayat dikatakan bahwa norma yang diajukan oleh pemohon adalah berkenaan dengan ketentuan syarat menjadi calon presiden dan calon wakil presiden yang sebelumnya belum pernah menjabat sebagai presiden dan wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
Pemohon menjelaskan memiliki hak konstitusional untuk memilih dan hak untuk memperoleh kepastian hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 yang dibatasi, dan dianggap dirugikan dengan berlakunya pasal a quo.
Sehingga pemohon membutuhkan kepastian hukum apakah presiden yang telah menjabat dua periode dapat mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden.
Menurut mahkamah, norma Pasal 169 huruf N UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sama sekali tidak membatasi atau menghilangkan hak konstitusional para pemohon untuk menggunakan hak pilihnya.
Sebab, masih terdapat pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang dapat dipilih oleh pemohon sehingga bisa menggunakan hak pilihnya.
"Artinya, selama dan sepanjang masih terdapat pasangan calon presiden dan calon wakil presiden para pemohon sama sekali tidak dibatasi atau kehilangan hak pilihnya," jelasnya.
selanjutnya, berkenaan dengan penjelasan syarat kerugian konstitusional pemohon apabila permohonan dikabulkan akan menjadikan warga negara memilih pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tanpa adanya keraguan dan ketidakpastian hukum, dinilai tidak relevan jika dikaitkan dengan kedudukan hukum pemohon sebagai perseorangan.
"Terlebih lagi norma Pasal 169 huruf N sama sekali tidak menghilangkan hak konstitusional pemohon untuk menggunakan hak pilihnya," tandasnya.