JEKTVNEWS.COM - Dalam pertemuan yang diadakan Senin (12/2/2024) di Kawasan Sains dan Teknologi Samaun Samadikun di Bandung, Thomas Djamaluddin, seorang profesor riset astronomi, menjelaskan bagaimana konsep dan tujuan awal pembentukan Observatorium Nasional (Obnas) Timau dimulai.
"Ke depannya, kata kunci Obnas akan menjadi platform kerja sama internasional, seperti Observatorium Bosscha, yang merupakan platform pengamatan. Selain itu, dengan komunitas Langit Selatan dan lainnya,” kata Thomas dalam keterangannya, yang dikutip dari laman BRIN di Jakarta, Kamis (15/2).
Pengembangan dapat dimulai pada tahun 2024, kata Thomas. "Diperlukan juga kontrol dan pengoperasian secara penuh masih banyak yang harus dilakukan," kata Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Antariksa—Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
BACA JUGA:Bupati dan Wakil Bupati Tanjabbar Aktif Memantau dan Memberikan Dukungan Penuh pada Pemilu 2024
Dia menyatakan bahwa di Obnas akan dibangun teleskop radio dengan diameter 20 meter untuk penelitian astronomi dan astrofisika selain teleskop optik.
Menurut Laksana Tri Handoko, kepala BRIN, fasilitas pendukung lainnya, seperti listrik dan internet, akan disiapkan segera setelah obnas ini selesai. Selanjutnya, akses standar akan disediakan.
Untuk menjadi pusat kolaborasi, Obnas Timau harus memiliki infrastruktur yang minimal regional, bukan nasional. Handoko mengatakan bahwa selain infrastruktur, harus ada program yang mendukung platform kolaborasi.
BRIN akan menyusun berbagai program penelitian di Obnas, termasuk program gelar melalui penelitian (DBR), program pascadoktoral, dan asisten penelitian (RA) untuk mahasiswa S2 dan S3 dengan kuota terbatas.
Obnas Timau hanya digunakan untuk penelitian tertentu. Diharapkan kolaborasi penelitian dari dalam dan luar negeri.
Handoko berharap strategi ini dapat diterapkan. untuk memastikan kelangsungan operasi Obnas Timau ke depannya, baik dari segi teknis maupun substansial.
Selain itu, dengan memanfaatkan fasilitas Observatorium Lapangan Timau, diharapkan fasilitas tersebut dapat berfungsi sebagai pengungkit ekosistem penelitian, platform untuk kolaborasi internasional, dan tempat untuk menciptakan generasi penerus dalam riset antariksa.
Salah satu anggota Himpunan Astronomi Indonesia (HAI) adalah para astronom dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Jejaring Observatorium dan Planetarium Indonesia (JOPI), dan Observatorium Bosscha Bandung-Lembang.
Albertus Sulaiman, Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, berharap pertemuan dengan HAI akan mempercepat program di pusat riset yang dipimpinnya terkait penguasaan iptek radio ilmu iklim dan atmosfer.
Albertus menyatakan, "Kami sudah menyiapkan rencana pengembangan sumber daya manusia (S2-S3) dengan platform DbR+RA (dengan skema kunjungan ke RISH-Kyoto setiap tahun), serta skema postdoc dan kunjungan ilmuwan.
Dia juga menyatakan, "Kami berharap instrumen EAR (Equatorial Atmosphere Radar) di Kototabang segera diperbaiki untuk mendukung penelitian. Ini akan dikoordinasikan dengan Deputi Infrastruktur Riset dan Inovasi."