JEKTVNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan instruksi kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani, untuk melakukan pembekuan anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) hingga mencapai Rp50,14 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024. Langkah ini, yang dikenal sebagai Automatic Adjustment, merupakan strategi pemerintah untuk menyesuaikan anggaran belanja dan penerimaan negara demi memenuhi kebutuhan belanja yang krusial. Automatic Adjustment meminta seluruh K/L untuk memblokir sebagian anggaran yang belum menjadi prioritas pada awal tahun. Sejumlah K/L diminta untuk menyisihkan 5 persen dari anggaran mereka agar tidak disalurkan secara terburu-buru. Sebagai catatan, Jokowi telah menerapkan kebijakan serupa pada tahun 2022, memblokir anggaran belanja K/L sebesar Rp39,71 triliun untuk mengantisipasi dampak pandemi COVID-19.
BACA JUGA:Proyeksi Pergerakan IHSG, Antara Konsolidasi dan Penguatan Jelang Pemilu 2024!
Pada tahun ini, pemerintah menjelaskan bahwa pembekuan anggaran senilai Rp50,14 triliun bertujuan mengantisipasi krisis tak terduga, terutama mengingat kondisi geopolitik global yang dinamis. Deni Surjantoro, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, menegaskan bahwa anggaran yang diblokir akan tetap ada di Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) masing-masing K/L, namun tidak dapat digunakan langsung di awal tahun. Tujuan utamanya adalah melatih K/L agar membuat prioritas program dan tidak menggunakan anggaran secara berlebihan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa Automatic Adjustment tahun ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan anggaran subsidi pupuk. Anggaran awal sebesar Rp26 triliun dianggap tidak mencukupi untuk mendukung petani, sehingga pemerintah menambah anggaran sebesar Rp14 triliun untuk menjangkau lebih banyak petani. Namun, beberapa pihak juga menduga bahwa Automatic Adjustment dilakukan untuk mendukung pengadaan bantuan sosial (bansos), terutama menjelang Pemilu 2024. Presiden Jokowi sebelumnya telah mengalokasikan total bansos sebesar Rp496 triliun untuk tahun ini, dengan penambahan BLT Rp200 ribu per bulan selama tiga bulan.
BACA JUGA:Traveling Menjadi Lebih Asyik Lewat 5 Fitur AI yang Berada di Galaxy S24 Series
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyatakan kebijakan ini menimbulkan pertanyaan terkait konsistensi, khususnya karena BLT pangan tidak termasuk dalam kebijakan bansos reguler. Meskipun Automatic Adjustment bertujuan mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global, banyak pihak mempertanyakan alasan pembekuan anggaran K/L hingga Rp150 triliun dan apakah kebijakan ini seharusnya mencakup alokasi bansos BLT.
Dalam konteks ini, beberapa ekonom, seperti Faisal Basri dari Indef, menyuarakan kekhawatiran terkait persetujuan DPR terhadap Automatic Adjustment. Faisal menduga persetujuan DPR mungkin baru akan dikeluarkan pada kuartal berikutnya, yang menimbulkan kekhawatiran moral terkait kebijakan ini. Dengan kondisi global yang belum pasti, Jokowi mencoba mengambil langkah-langkah strategis melalui Automatic Adjustment, namun, polemik terkait alokasi anggaran dan kebijakan tersebut masih menjadi sorotan di tengah dinamika ekonomi nasional dan global.
BACA JUGA:Mata Uang Rupiah Melemah di Awal Pekan, Investor Antisipasi Data Pertumbuhan Ekonomi Indonesia!