DISWAY: Ever Matematika
Yang di desa Terusan Suez itu kapalnya bukan lagi di tengah sungai. Tapi menempel di desa mereka. Besarnya pun bukan lagi seperti kapal besar di sungai Mahakam –tapi salah satu yang terbesar di dunia. Maka cahaya listrik di desa itu langsung terasa redup –dipelototi cahaya gemerlap dari atas kapal.
Sudah enam hari desa itu menjadi begitu indahnya. Indah yang memilukan. Maka betapa kembali sepinya desa itu nanti, ketika Ever Given berhasil diapungkan –lalu meneruskan perjalanan menuju Rotterdam, Belanda.
Tapi kapan?
Air pasang tinggi di malam Nisfu Saban (bulan purnama di tengah bulan Ruwah) kemarin ternyata gagal dimanfaatkan. Dengan air pasang saja kapal itu tidak berhasil diapungkan. Berarti kapal ini tertancap agak dalam.
Padahal kapal penarik juga sudah ditambah menjadi 14 buah. Masih bergeming. Kemampuan kapal sedot pasir 2.000 m3/jam juga belum ada artinya.
Maka tidak banyak lagi pilihan. Sudah saatnya ilmu matematika yang tampil ke depan.
Anggap saja draft (permukaan air sampai bagian terbawah kapal) sedalam 14,5 meter. Maka, para ahli perkapalan menghitung, draft itu perlu dikurangi 1 meter –menjadi 13,5 meter.
Untuk itu tidak ada cara lain: muatan kapal itu harus dikurangi.
Dikurangi berapa?
Untuk menaikkan draft 1 meter itu, menurut hitungan mereka, muatan yang harus diturunkan sebesar 23 juta kilogram. Atau 230.000 ton.
Ada tiga pilihan: cadangan air di kapal itu yang dibuang, atau bahan bakarnya, atau sebagian kontainer.
Yang menghitung itu bukan penduduk desa Rogola. Jadi, tidak ada niat, misalnya, agar ada kontainer yang diturunkan di desa itu.
Yang menghitung tersebut adalah para ahli –yang tidak sabar melihat ratusan kapal ikut tersandera. Mereka antre di belakang dan di depan Ever Given untuk bisa segera melintasi Suez.
Kalau muatan yang dikurangi adalah air, maka diperlukan membuang air 27.000 ton. Itu sama dengan air di 10 kolam renang ukuran Olimpiade.
Membuangnya gampang: buang begitu saja ke Laut Merah. Tidak akan ada yang marah.
Sumber: