DISWAY: Bintang Dunia

DISWAY: Bintang Dunia

Ketika di seluruh Tiongkok sibuk dengan politik dan revolusi (1965-1975) penduduk Wenzhou tetap asyik berdagang. Mereka sampai menciptakan infrastruktur keuangan sendiri –di luar sistem bank. Itulah sistem kredit bawah tanah –di Indonesia disebut rentenir. Di Wenzhou rentenir tumbuh sangat subur. Pun sampai sekarang. Ketika sistem perbankan di Tiongkok sudah demikian majunya sistem keuangan bawah tanah itu masih subur di sana.

Saya beberapa kali ke Wenzhou. Di Tiongkok orang memberi gelar Wenzhou itu Yahudi-nya Tiongkok. Dari Kabupaten ini lahir pengusaha-pengusaha ulet dan tangguh.

Salah satunya Mr Xiang Guangda itu. Yang nekat membangun giga pabrik nikel di Morowali.

Pemilik grup holding Tsingshan itu hanya dua orang. Yang satu Mr Xiang Guangda itu. Satunya lagi: istrinya sendiri, He Xiuqin. Benar-benar khas Wenzhou.

Ketika masih menjadi pengusaha kecil –pemasok bagian pintu mobil– Mr Xiang bisa menjaga kepercayaan. Ketika industri mobil di Tiongkok meroket Mr Xiang seperti menunggang air pasang. Kebutuhan bagian pintu mobil meningkat.

Mr Xiang lantas membangun pabrik stainless steel kecil-kecilan –di Wenzhou. Di sinilah Mr Xiang belajar banyak membuat industri stainless steel yang efisien. Orang di Tiongkok terheran-heran: kok bisa ada pabrik stainless steel yang bisa jual produk sangat murah. Maka muncul guyon di sana: "Kenapa heran? Kan ia orang Wenzhou?"

Berkat Mr Xiang rakyat biasa pun bisa membeli stainless steel untuk pagar rumah.

Ilmu teknik industri ala Wenzhou itulah yang membuat dirinya yakin: bisa mengalahkan pesaing di seluruh dunia. Termasuk pesaing dari Tiongkok sendiri.

Salah satu kuncinya: pabriknya harus di dekat bahan baku. Itulah logika yang membawa Mr Xiang ke pelosok Morowali –siapa sih pengusaha kita yang mau ke sana?

Maka tanggal 2 Oktober 2013, terjadi penandatanganan di Shanghai. Antara perusahaan Mr Xiang dengan grup Bintang Delapan dari Indonesia. Presiden SBY menyaksikannya. Demikian juga Presiden XI Jinping.

Di situlah diputuskan untuk membangun Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Luasnya: 47.000 hektare. Penuh dengan nikel di bawahnya.

Di masa Presiden Jokowi Tsingshan akhirnya membangun mega pabrik itu. Luasnya 2.000 hektare. Lengkap sekali. Termasuk pelabuhan raksasanya.

Yang membuatnya terkenal adalah: Mr Xiang menerapkan perhitungan biaya rendah sejak dari perencanaan. Itulah untungnya membangun pabrik dari nol. Tidak ada tambal-sulam. Termasuk perencanaan furnish-nya.

Inovasi terbesar dan terbaru yang dilakukan Mr Xiang di Morowali adalah: penggunaan rotary kiln furnace. Untuk memproses nikel yang masih bercampur tanah. Bahan baku itu dimasukkan smelter, lalu dihubungkan dengan furnace untuk stainless steel secara tersambung melalui continuous hot flow.

Dengan gaya Mr Xiang ini, biaya produksi stainless steel dari Morowali bahkan lebih rendah dari biaya di Tiongkok –yang sudah terkenal murah itu.

Sumber: