KPK Sita Dokumen Hingga Uang dari Penggeledahan Kasus Gubernur Sulsel
JAKARTA- Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah dua lokasi di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) pada Selasa (2/3) hari ini. Penggeledahan itu dilakukan di Kantor Dinas PUTR Provinsi Sulsel dan rumah kediaman Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah.
“Hari ini (2/3/2021) Tim Penyidik KPK telah menyelesaikan penggeledahan di dua lokasi berbeda di Sulawesi Selatan, yaitu di Kantor Dinas PUTR Provinsi Sulsel dan Rumah Kediaman Pribadi tersangka Nurdin Abdullah,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK , Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (2/3).
Ali menyampaikan, usai menggeledah dua lokasi tersebut, tim penyidik meminta berbagai barang bukti berupa dokumen dan uang tunai terkait kasus yang menjerat Nurdin Abdullah.
“Dari dua lokasi tersebut, ditemukan dan diamankan di mana berbagai dokumen yang terkait dengan perkara ini dan juga sejumlah uang tunai,” ucap Ali.
Ali menyebut, pada Senin (1/3) tim penyidik KPK juga telah melakukan penggeledahan di dua lokasi berbeda di Sulawesi Selatan yakni rumah dinas jabatan Gubernur Sulsel dan rumah dinas jabatan Sekretaris Dinas PUTR.
“Dari dua lokasi tersebut, ditemukan dan diamankan di mana berbagai dokumen yang terkait dengan perkara ini dan sejumlah uang tunai,” ucap Ali.
Menurut Ali, untuk jumlah uang tunai yang saat ini diamankan masih akan dilakukan penghitungan kembali oleh tim penyidik KPK.
“Selanjutnya terhadap dokumen dan uang tunai yang dimaksud akan dilakukan validasi dan analisa lebih lanjut dan segera dilakukan penyitaan sebagai barang bukti dalam perkara ini,” pungkas Ali.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka antara lain Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, Sekdis PUTR Pemprov Sulsel Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto.
KPK menduga, Nurdin menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 5,4 miliar. Adapun rincian suap dan gratifikasi itu antara lain, Nurdin menerima uang melalui Edy Rahmat dari Agung Sucipto pada Jumat, 26 Februari 2021. Suap itu merupakan fee untuk menentukan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan kerjakan oleh Agung.
Selain itu, Nurdin juga pada akhir 2020 lalu pernah menerima uang senilai Rp 200 juta. Penerimaan uang itu diterima Nurdin dari kontraktor lain. Kemudian pada pertengahan Februari 2021, Nurdin Abdullah melalui Samsul Bahri (ajudan NA) menerima uang Rp 1 miliar dan pada awal Februari 2021, Nurdin Abdullah juga melalui Samsul Bahri menerima uang Rp 2,2 miliar.
Sebagai penerima Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi Agung Sucipto disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sumber: