Abah Superman

Abah Superman

Jujur saya bukan paling ketat berprotokol, tapi secara akal sehat mencoba menjaga sebaik mungkin. Saya juga tidak ingin berlebihan.

Adik saya termasuk lebih ketat. Jauh lebih hati-hati. Misalnya, seminggu sebelum Abah dites positif, adik saya dan keluarganya sebenarnya sedang isolasi mandiri. Karena ada kerabat suaminya yang positif. Bahkan, kantor adik saya dites semua demi keselamatan semua.

Kami juga sangat mengamati segala tanda-tanda pada Abah dan Ibu. Makanya, ketika Abah ada sedikit batuk Sabtu lalu (9 Januari), kami langsung diskusi dan “berhitung.”

Abah, ibu, Sahidin (asisten Abah), yang Kamis-nya sempat ke Magetan, kami tes swab antigen. Ibu dan Sahidin negatif, tapi Abah reaktif. Langsung saja kami minta Abah ke rumah sakit untuk swab PCR. Bukan karena kondisi Abah buruk, tapi karena Abah memang harus diperhatikan khusus. Bukan usianya, menuju 70 bukan alasan karena dia “lebih muda” dari itu. Tapi karena historisnya berkutat dengan tindakan medis ekstrem. Salah satunya transplantasi liver 2007 lalu.

Benar saja, Minggu itu Abah dinyatakan positif. Strong positif.

Semoga kami mendapatinya sedini mungkin, sehingga tidak ada dampak lanjutan ke yang lain.



Sambil menunggu hasil itu, saya dan adik –bersama beberapa sahabat keluarga– sudah “berhitung” dan melakukan tracing. Kapan kita terakhir bertemu Abah.

Saya paling aman. Karena bertemu terakhir praktis pada malam Tahun Baru. Pernah diundang makan malam Soto Banjar enak buatan ibu, tapi tidak bisa hadir karena ada kesibukan.

Percuma saya tidak bertemu, kalau anak dan istri saya bertemu. Setelah kita hitung, semuanya terakhir bertemu Abah beberapa hari sebelum ke Magetan. Seharusnya aman.

Sebagai penguat, Kamis itu (saat Abah ke Magetan), istri saya menjalani swab antigen sebagai persiapan MRI. Untuk pemeriksaan normal, memantau kondisi belakang kepala, yang pernah menjalani prosedur koil untuk mengatasi aneurisma beberapa tahun lalu. Hasilnya negatif.

Nah, entah memang sedang masa apes keluarga atau apa, Minggu pagi itu istri saya juga jatuh bersepeda. Ban depannya pecah, mungkin karena melindas kerikil tajam, lalu sepeda selip dan dia jatuh menghantam trotoar dan pohon di sisi kiri jalan. Kecepatan rendah, tapi karena kena trotoar, bahu kirinya patah.

Jadi, Minggu pagi itu istri saya di swab lagi PCR. Dan saya ikut di swab antigen supaya boleh menemani di RS Orthopedi Surabaya. Negatif semua. Operasi lancar.

Keluarga adik saya, seperti sudah ditulis di atas, sudah sekitar semingguan isolasi mandiri. Jadi, pasti semua tidak bertemu Abah di masa itu.

Senin kemarin (11 Januari), seluruh keluarga besar dan staf rumah tangga semua keluarga menjalani tes. Alhamdulillah, semua negatif.

Jadi, saya dan adik membuat planning. Kami semua harus lebih hati-hati dalam berinteraksi, tapi tidak perlu berlebihan. Yang paling penting diawasi (isolasi mandiri) adalah Ibu, Sahidin, dan staf rumah tangga di rumah Abah. Rencananya, dalam beberapa hari, mereka semua akan kami tes lagi.

Sumber: