Pakar Hukum: Dalam Rangka Apa Polisi Menguntit Laskar FPI, Mereka Bukan Teroris
JAKARTA- Peristiwa tewasnya 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) yang ditembak polisi di tol Cikampek pada Senin dini hari lalu, juga diresoons Pakar hukum tata negara, Refly Harun.
Dia membeberkan keanehan apabila Polisi disebut menguntit atau sedang mengawasi rombongan laskar FPI yang melakukan pengawalan terhadap Habib Rizieq Shihab pada malam itu.
Mantan komisaris utama Pelindo I ini menjelaskan, bila polisi melakukan penguntitan, maka mereka akan berpura-pura jika operasi penguntitan itu ketahuan oleh lawannya. Namun justru terlibat bentrok.
“Tapi ini sampai terjadi bentrok, memang sedikit agak aneh. Walaupun kita tidak tahu situasi lapangannya dan menduga-duga,” ujar Refly Harun dilansir dari chanel YouTubenya, Rabu (9/12/2020).
Dia melanjutkan, tapi kemudian jika laskar FPI yang duluan memepet atau mengimpi mobil polisi hingga terjadi konflik fisik, maka Refly sepakat dengan pernyataan mantan Wakil Ketua Umum PBNU, As’ad Said Ali bahwa mungkin ada misi lain.
Refly menjelaskan, yang jadi pertanyaan publik, yaitu dalam rangka apa polisi menguntit laskar FPI. Kecuali, laskar FPI merupakan buronan tindak pidana, atau pelaku teroris.
“Mereka yang dikuntit itu, tidak sedang atau sudah melakukan kejahatan. Tapi mereka ingin mengikuti satu kegiatan menurut versi FPI adalah kegiatan ceramah subuh di satu tempat, jadi maksudnya untuk paa dikuntit, itu juga menjadi pertanyaan kan,” ujar Refly Harun.
Refly Harun secara pribadi mendesak agar kasus ini dilakukan investigasi dengan dibentuknya tim pencari fakta.
“Saya pribadi mengimbau, memang sebaiknya pemerintah segera membentuk tim pencari fakta independen,” katanya.
Dia bilang, tim pencari fakta ini harus melibatkan pihak ekstrenal dan internal jajaran kepolisian dari Polda Metro Jaya.
“Kalau itu diduga melibatkan pihak aparat sendiri. Maka dua hal yang dibutuhkan. Eksternalitas dan internalitas. Kalau internalitas, biarkan Propam yang katakanlah melakukan proses penyelidikan untuk mengetahui persis peristiwanya,” katanya.
“Tapi eksternalitas penting juga untuk menjaga kepercayaa publik. Bahwa apa yang terjadi memang betul-betul didasarkan pada SOP yang benar. Sehingga jatuhnya korban jiwa 6 laskar FPI itu bisa dipertanggung jawabkan dari segi hukum, karena bukan main-main,” tutur Refly Harun.
Terpisah, Wakil Ketua Umum PBNU, As’ad Said Ali menjelaskan soal penguntitan di dunia intelijen. As’ad Said Ali bilang, penguntitan lazimnya digunakan di dunia intelijen adalah “penjejakan fisik” atau “ physical surveillance “.
“Tujuannya adalah untuk mengetahui keberadaan lawan. Kalau dengan mobil, minimal yang digunakan dua kali lipat dari jumlah mobil yang diikuti. Kalau lawan curiga, penjejak bisa membatalkan misinya atau menekan lawan untuk menghentikan mobil, tetapi tetap berpura pura tidak menjejaki yang bersangkutan., misalnya mengatakan ada kesalah pahamanan,” tulis mantan Wakil kepala Badan Intelijen Negara ini di akun Facebooknya, Selasa (9/12).
Dia menjelaskan, jika sampai terjadi aksi kekerasan apalagi pembunuhan, maka misinya bukan surveillance, tetapi ada misi lain atau kecerobohan petugas sehingga tidak terkendali.
Sumber: