Dua Perempuan Tanggapi Larangan Mengenakan Cadar
Namun jika itu terjadi di institusi pemerintah dan orang itu adalah pegawai, maka Anissya menilai tidak ada masalah.
Sebelum kita melamar, mereka kan sudah melihat identitas kita, wawancara, foto, semua sudah. Masak sih setiap hari harus dicek. Dengan suara saja mereka bisa mengenali. Kalau memang harus dicek setiap hari ya tidak masalah. Tidak perlu dilarang lah intinya," kata Anissya.
Intinya, Anissya menekankan, ada langkah-langkah yang bisa dilakukan kalau demi keamanan, sehingga tidak perlu ada larangan, yang menurutnya malah meresahkan. Ia menyayangkan wacana itu dicetuskan oleh Muslim di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
SKB Anti Radikalisme Tidak Langgar Kebebasan Berpendapat dan Tidak Sasar Agama Tertentu
Kalau larangan diberlakukan, menurut Emma, pemerintah sendiri yang akan rugi karena akan banyak tenaga-tenaga yang bagus, orang-orang yang terampil, akan keluar.
Kalau saya disuruh milih antara agama dan pekerjaan, pasti saya akan memilih agama saya," kata Emma.
Ketika ditanya apakah Emma tidak khawatir soal biaya hidup, ia menjawab, “Ah rezeki itu kan tidah hanya dari situ.”
Emma, yang bergelar sarjana teknik elektro, dan Anissya, yang bergelar sarjana fisika, yakin bisa bekerja di mana saja termasuk di Amerika walaupun bercadar. “Di sini, kemampuan otak dan kinerja yang dinilai, bukan penampilan,” cetus mereka.
Lalu apa tanggapan Muslim terhadap wacana larangan bercelana cingkrang? Angga Pradesha, seorang peneliti yang bekerja di Washington, DC hanya tertawa. Ia akrab dengan celana cingkrang walaupun tidak selalu mengenakannya. Ia menggulung bagian bawah celananya setiap kali akan sholat. [ka]
Sumber: