Singapura Krisis, Sinyal Warning Indonesia
JAKARTA – Sejumlah ekonom angkat suarat terkait krisis ekonomi yang melanda negara Singapura. Indonesia, sebagai negara tetangga Singapura, tidak boleh dipandang sebelah mata. Sebab anjloknya perekonomian Negeri Singa itu merupakan sinyal peringatan atau warning bagi Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura (MTI), kemarin (14/7), data awal pertumbuha ekonominya terjun bebas di angka 41,2 persen pada kuartal II/2020 dibandingkan kuartal sebelumnya. Secara tahunan, terkontraksi 12 persen, penurunannya lebih dalam dibandingkan kuartal I/2020 yang minus 0,7 persen.
“Krisis yang terjadi di Singapura harus jadi warning bagi Indonesia. Resesi di depan mata,” kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, kemarin (14/7).
Singapura diketahui merupakan negara tujuan ekspor no-migas terbesar ke lima dan merupakan yang terbesar di ASEAN. Mengutip data Kementerian Perdagangan (Kemendag), Singapura memegang peran 6,57 persen dari total negara tujuan ekspor non-migas Indonesia per Mei 2020 atau setara USD4 miliar atau setara Rp56 triliun.
Sementara untuk impor, Singapura merupakan negara ketiga besar setelah Cina dan Jepang. Hingga Mei 2020, Kemendag mencatat barang dan jasa masuk dari Singapura mencapai USD5,34 miliar atau setara Rp74,76 triliun.
Oleh karena itu, lanjutnya, mencermati ekspor dan Impor negara Singapura ke Indonesia, maka krisis ekonomi yang dialami Singapura patut diwaspadai. Kemungkinan terburuk, Indonesia akan menyusul negara yang dimpimpin Lee Hsien Loong masuk jurang resesi.
Sementara ekonom senior Universitas Perbanas Piter Abdullah berpandangan, terpuruknya ekonomi akibat pandemi Covid-19 hampir semua negara ikut merasakan. Kondisi tersebut merupakan hal yang wajar terjadi. “Kontraksi ekonomi atau resesi selama wabah corona sebenarnya merupakan kewajaran. Ini terjadi hampir di semua negara, terutama negara-negara yang sangat bergantung kepada ekspor seperti singapura. Perlambatan ekonomi dunia langsung berdampak ke perekonomian mereka,” ujarnya kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (14/7).
Menurut Piter, Indonesia juga sangat memungkinkan akan mengalami krisis pada 2020. Dia memperkirakan Kontraksi pertumbuhan ekonomi akan berlanjut hingga kuartal 4/2020. “Indonesia kita perkirakan juga tidak terelakkan mengalami resesi pada tahun 2020 ini. Kontraksi ekonomi akan terjadi pada kuartal II dan kuartal III/2020. Bahkan bisa berlanjut ke kuartal IV/2020. Sebab selama wabah masih berlangsung kontraksi ekonomi sulit dielakkan,” tuturnya.
Meski demikian, Piter menjelaskan, struktur ekonomi Indonesia berbeda dengan Singapura di mana Indonesia bergantung pada konsumsi rumah tangga. Sementara Singapura bergantung pada ekspor. “Struktur ekonomi kita tidak seperti singapura. kita tidak bergantung kepada ekspor. perekonomian kita lebih bergantung kepada konsumsi rumah tangga. Sementara selama wabah ini konsumsi walaupun mengalami penurunan tetapi tidak terlalu besar. Karena konsumsi khususnya barang primer masih tetap ada. Sehingga perekonomian walaupun terkontraksi tidak akan sangat dalam seperti Singapura,” pungkasnya.(din/fin)
Sumber: