“Kita harapkan akan menyumbang confident momentum positif, apakah itu di sektor industri, sektor perdagangan, sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor perikanan, maupun juga di sektor SDM, sektor pendidikan. Ini semuanya kita harap menyumbangkan sentimen positif sehingga kebijakan fiskal bisa ikut mendorong dan membantu, dan ditambah dengan kebijakan sektor riil melalui perubahan legislasi seperti Omnibus Law dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh para menteri di sektor masing-masing,” paparnya.
Defisit APBN Awal Tahun Capai Rp36,1 Triliun
Berbagai gejolak yang menghantam perekonomian global, mulai terlihat dalam APBN yang sudah mengalami defisit. Menkeu Sri Mulyani menjelaskan di Januari 2020, defisit APBN sudah menyentuh Rp36,1 triliun atau 0,21 persen dari Produksi Domestik Bruto (PDB).
Defisit itu terjadi karena realisasi penerimaan negara baru mencapai Rp103,7 triliun, sedangkan realisasi belanja sudah mencapai Rp139,8 triliun. Meski demikian, nilainya lebih rendah ketimbang Januari tahun lalu yang mencapai Rp45 triliun atau 0,28 persen dari PDB.
Dalam paparan APBN, Ani menjelaskan realisasi pendapatan dalam negeri tercatat baru mencapai 4,4 persen dari target APBN 2020. Pertumbuhan penerimaan perpajakan tercatat negatif enam persen dengan realisasi Rp84,7 triliun atau 4,5 persen dari target.
Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tumbuh 2,3 persen dengan realisasi Rp19 triliun. Ada pun penyebab lemahnya penerimaan tersebut, kata Ani, adalah karena perlemahan ekonomi global.
Ia mengatakan, belanja negara cukup ekspansif dan sudah terealisasi 5,5 persen dari target. Meski demikian, dari sisi pertumbuhannya, belanja negara masih minus 6,2 persen dibandingkan dengan tahun 2019 yang tumbuh 17,8 persen, mencapai Rp76,1 triliun. [gi/uh]