JEKTVNEWA.COM - Fenomena rendahnya literasi di Indonesia sudah sangat lumrah kita yakini sebagai hal yang pasti terjadi.
Data PISA (Prpgramme for International Student Assessment) di tahun 2018 menunjukkan tingkat literasi di Indonesia terbilang rendah dengan 27% siswa Indonesia memiliki kemampuan menyelesaikan soal pemahaman teks termudah, 71% siswa tidak mencapai kompetensi minimum matematika, dan 35% siswa berada di kelompok lebih rendah dalam kemampuan menggunakan bahan umum dan pengetahuan prosedural.
BACA JUGA:1 Juni Memperingati Hari Lahir Pancasila, Inilah Sejarah dan Maknanya
Dari data ini menunjukkan permasalahan yang umumnya terjadi karena rendahnya keterampilan membaca siswa.
Berbicara terkait keterampilan membaca dan memahami isi bacaan, maka akan bersinggungan dengan budaya membaca yang diturunkan dan dibiasakan pada lingkungan tempat tinggal. Upaya membudayakan literasi tertuang dalam Permendikbud Nomor 23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti yang didalamnya memuat Gerakan Literasi Sekolah.
BACA JUGA:Makna di Balik Logo Nusantara, Ternyata Mengandung Sejarah Bahari Indonesia
Gerakan ini menjadi upaya untuk mendorong siswa lebih gemar membaca serta memahami isi bacaan.
Budaya membaca menjadi persoalan yang selalu diperbincangkan. Pasalnya, pemerataan gerakan-gerakan literasi dalam menumbuhkan budaya membaca siswa belum memasuki tempat yang sulit dijangkau. Ditambah lagi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menggantikan peran bacaan sebagai peningkatan kemampuan memecahkan persoalan.
BACA JUGA:Jangan Lupa, Besok Pendaftaran Kartu Prakerja Resmi Dibuka
Semua siswa cenderung memilih jalan termudah dengan menggunakan gawai untuk menjawab segala persoalan kehidupan.
Kehadiran perkembangan ilmu pengetahuan tentunya memiliki dampak positif dalam mengakses segala jenis bacaan dengan mudah, kapanpun, dan dimanapun.
Hanya saja literasi digital yang ditanamkan pada setiap siswa tidak mampu menembus dinding keinginan siswa untuk mencari hiburan dari sebuah gawai dibandingkan informasi yang bersifat pengetahuan. Sehingga hakikat mencari ilmu dengan kemudahan teknologi jadi terabaikan.
BACA JUGA:Molo, Kebiasaan Masyarakat Maybrat Papua Barat Daya dalam Mencari Ikan
Adanya kesenjangan antara kebiasaan membaca dan hiburan modernisasi, menjadikan budaya membaca buku sebagai suatu hal yang dianggap ketinggalan zaman. Persoalannya adalah usaha dalam mencari bacaan dan informasi yang diyakini sebagai suatu kebenaran tidak lagi seperti membaca satu halaman buku yang berisi padat informasi.
Banyak sekali bacaan di sosial media yang belum tentu kebenarannya. Kemudahan akses menjadikan semua informasi mudah menjuru ke seluruh siswa tanpa terkecuali. Kemudahan ini juga yang menjadikan siswa memiliki rasa malas untuk mampu memfiltrasi informasi dengan baik.