Jokowi sedang Dilema, Banyak Broker Minta Jatah Menteri

Rabu 16-12-2020,09:24 WIB

JAKARTA – Isu dan wacana reshuffle kabinet beberapa kali bergulir. Tapi semuanya berakhir kandas.

Akan tetapi, kali ini bisa jadi berbeda cerita. Apalagi dua menteri Kabinet Indonesia Maju ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hangatnya dinamika perombakan kabinet, tidak dipungkiri dibumbui adanya broker yang menjadi sponsor yang mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Mereka kerap meminta jatah menteri. Alasannya, ada sejumlah kepentingan yang perlu diamankan.

Merespons hal itu, pengamat politik Rico Marbun mengatakan di Amerika Serikat adanya lobi-lobi politik antara pemerintahan dengan para pengusaha itu merupakan hal lumrah terjadi.

Demikian disampaikan pengamat politik Rico Marbun dalam diskusi virtual Obrolan Bareng Bang Ruslan, bertajuk “Reshuffle Kabinet: Mencari Menteri Hebat” yang digagas RMOL, Selasa (15/12/2020).

“Jadi, saking transparannya, lobi itu biasa. Cuman di kita aja itu nyebut broker. Walaupun kenyataannya sebenarnya ada, cuman ya bukan budaya kita melegalkan itu,” ujarnya.

Meski demikian, Rico melihat dalam situasi politik Indonesia saat ini, pertimbangan mendengar para broker pasti dilakukan Jokowi dan menghadapakan pada situasi sulit.

“Jokowi pada posisinya memang serba sulit. Dia harus memastikan bahwa situasi dinamika grassroot-nya saja, cebong kampret tidak selesai. Saling adu argumen di dunia maya dan nyata terasa,” jelasnya.

Dia mencontohkan, adanya program Omnibus Law milik pemerintah yang digadang-gadang sarat akan kepentingan para taipan, merupakan cara pemerintahan berdamai dengan para broker.

“Contoh omnibus law itu kan, terlepas dari pandanhan orang terhadap omnibus law, dia kan harus memastikan semua itu aman terkendali, jadi itung-itungan itu pasti ada di kepala Pak Jokowi,” papar dia.

Jika memang benar akan melakukan perombakan kabinet, diyakini ada banyak pertimbangan yang dipikirkan Jokowi.

Salah satunya adalah banyaknya parpol pengusungnya yang memunculkan sosok capres 2024 di tahun pertama kepemimpinannya di periode kedua.

“Presiden belum dilantik, parpol pendukungnya sudah menyuarakan Capres 2024,” ujarya.

Menurutnya, wacana pertarungan 2024 pun lebih keras ketimbang zaman SBY dan Megawati.

“Belum setahun, wacana pengganti beliau (Jokowi) di 2024 sudah sangat kuat,” sambungnya.

Hal itu pula yang disebut Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (Median) ini menjadi salah satu pertimbangan Jokowi.

Tags :
Kategori :

Terkait