JAKARTA – Banyanya pelanggaran protokol kesehatan pada tahapan Pilkada Serentak 2020 dinilai sangat mengkhawatirkan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta harus mengantisipasi adanya klaster baru COVID-19 pesta demokrasi tersebut.
“Di tengah pandemik COVID-19, pelaksanaan Pilkada Serentak di beberapa di Indonesia berpotensi timbulnya klaster baru,” ujar Pengamat politik dari Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie di Jakarta, Senin (7/9).
Menurut Direktur Eksekutif P3S itu, ketidakpatuhan dalam menerapkan protokol kesehatan saat pasangan calon kepala daerah melakukan deklarasi dan mendaftarkan ke KPU maupun saat berkampanye akan berpotensi meningkatnya kasus COVID-19.
“Hal inilah yang berdampak terjadinya klaster-klaster baru Corona. Apalagi Kasus positif COVID-19 di Indonesia tercatat sampai bulan September hampir menembus angka 200 ribu kasus,” tuturnya.
Seharusnya, lanjut dia, Indonesia bisa berkaca seperti di Amerika. Pemilu dimasa pandemi COVID-19 mereka lebih memilih menggunakan jasa pos. Sehingga dapat meminimalisir penyebaran virus Corona.
Namun demikian, KPU maupun pemerintah sudah membuat aturan Pilkada dimasa pandemi COVID-19. Tak bisa dipungkiri magnet massa para pendukung tak bisa dihindari. Jika demikian, seharusnya pemerintah membuat PKPU berikut dengan sanksi yang tegas.
“Apabila salah satu paslon melanggar protokol kesehatan dibuat-lah sanksi tegas yaitu tidak dapat mengikuti pencalonan. Minimal buat sanksi yang tegas untuk efek jera,” terangnya.
Jerry berharap ada aturan KPU terkait pengetatan sistem untuk langkah preventif terhadap penyebaran COVID-19. “Untuk mengantisipasinya, protokol kesehatan perlu diperketat. Kalau perlu tak pakai masker dilarang memilih,” tutur mantan peneliti Komite Pemilih Indonesia ini.
Selain itu, lanjut Jerry, di saat pemungutan suara digelar TPS harus dipisahkan antara TPS zona merah dan TPS zona hijau untuk menutup kemungkinan adanya kasus baru. “Jika perlu, di rumah sakit dibuat bilik TPS dikhususkan untuk pasien yang sedang menjalani masa karantina,” ucapnya.
Sementara itu, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mendesak penundaan Pilkada. Ini jika setiap tahapannya berpotensi menjadi sumber penyebaran COVID-19.
“Jika Pemerintah, KPU, dan DPR tidak dapat memastikan protokol kesehatan akan dipenuhi secara ketat, kami mendesak agar tahapan Pilkada 2020 ditunda terlebih dahulu,” jelas Titi di Jakarta, Senin (7/9).
Menurutnya, Penerapan protokol kesehatan yang ketat menjadi satu-satunya cara yang harus ditaati jika Pilkada 2020 tetap ingin digelar pada 9 Desember mendatang.(rh/fin)