Garuda Muda di Jalan Terjal, Menantang Korea Selatan demi Tiket Piala Asia U‑23 2026

Minggu 15-06-2025,10:03 WIB
Reporter : Diana Hrp
Editor : Diana Hrp
Garuda Muda di Jalan Terjal, Menantang Korea Selatan demi Tiket Piala Asia U‑23 2026

Shin Tae‑yong acap menekankan mindset menyerang namun seimbang. “Menang besar tak harus kehilangan organisasi,” kata pelatih asal Korea itu dalam berbagai sesi konferensi pers. Di turnamen singkat, menjaga kebugaran lini belakang—misal Witan Sulaeman yang juga rajin membantu bertahan—menjadi krusial agar ritme agresif tak berbuah blunder.

Faktor cedera kerap menentukan nasib tim muda. Anderlecht baru saja mengonfirmasi penampilan positif Hugo Samir di tim B, sedangkan Ernando Ari dan Adi Satryo bersaing ketat di pos kiper. Talenta diaspora lain—misalnya Nick Hengelman—masih dalam tahap naturalisasi.

Pada sisi kreatif, duet Marselino dengan gelandang pekerja keras Alfeandra Dewangga memungkinkan Indonesia bertransisi cepat. Kejelian memadukan pemain diaspora Belanda dengan alumni Liga 1 akan berbicara banyak. Keputusan PSSI melepas Liga 1 selama periode FIFA‑matchday September turut membantu kesiapan fisik para pemain.

BACA JUGA:Pertarungan Sengit di MotorLand Sprint Race MotoGP Aragon 2025

Semifinal 2024 di Qatar meninggalkan luka sekaligus pelajaran. Kekalahan penalty shoot‑out melawan Irak U‑23 memupus mimpi lolos langsung ke Paris. Meski kemudian kalah di playoff antarkonfederasi, pengalaman tersebut menempa mental bertanding di level tinggi. Masuknya konsultan psikologi olahraga di tim kepelatihan pasca‑2024 diharapkan mengurangi faktor grogi yang kerap muncul di fase gugur.

PSSI memperkirakan rata‑rata 60 000 penonton per laga Indonesia di SUGBK. Program bundling tiket AFF U‑23 dan kualifikasi Asia menjadi strategi marketing anyar. Bagi pemain muda, atmosfir rumah yang “mendidih” adalah doping adrenalin—atau pedang bermata dua yang memaksa mereka tetap tenang. Inilah alasan tim pelatih memplotkan dua laga uji coba tertutup melawan klub Liga 1 sebelum AFF, agar para pemain membiasakan diri bermain tanpa (dan kemudian dengan) penonton.

Simulasinya sederhana di atas kertas:
1. Menang besar atas Makau (target 4‑0 ke atas).
2. Menang minimal atas Laos (target 3‑0).
3. Minimal seri versus Korea Selatan—atau jika kalah, skor tipis 0‑1 sambil menjaga kondisi kartu kuning.

Dengan pola itu, Indonesia berpeluang meraih enam poin dan selisih gol +6 atau +7. Apabila Korea Selatan menang di semua laga, Garuda Muda masih punya kans runner‑up terbaik. Tetapi fans tentu menginginkan skenario lebih spektakuler: menundukkan Sang Harimau Putih di SUGBK dan melaju sebagai juara grup.

BACA JUGA:Ranking FIFA Timnas Indonesia Naik-Turun di Jalur Menuju 100 Besar Dunia

Jika lolos, putaran final di Arab Saudi dijadwalkan Januari 2026. Di sana, 16 tim akan bersaing; tiga besar otomatis lolos Olimpiade Los Angeles 2028. Peringkat keempat menjalani playoff antarkonfederasi. Itu artinya, perjalanan terjal 2025 hanyalah gerbang menuju tujuan lebih besar: kembali mengibarkan Merah‑Putih di pesta olahraga terakbar dunia setelah absen sejak Melbourne 1956.

Garuda Muda telah membuktikan diri sebagai penantang baru di level Asia lewat performa heroik dua tahun lalu. Kini, mereka ditantang melampaui pencapaian tersebut di hadapan puluhan ribu pasang mata sendiri. Lawan lebih kuat, waktu persiapan mepet, dan tekanan publik tinggi—campuran eksplosif yang bisa meledakkan asa atau menempah baja.

Sejarah kerap berpihak pada tim berani bermimpi sekaligus bekerja keras. Jika semua elemen—federasi, liga, klub, pemain, hingga suporter—bergerak selaras, bukan mustahil kita menyaksikan generasi Emas 2025 berdiri gagah di Arab Saudi, bahkan terbang lebih jauh ke Los Angeles tiga tahun kemudian. Bagi Indonesia, bukankah tak ada mimpi yang terlalu tinggi selama Garuda masih berkepak?

Kategori :