
Jamdatun untuk pendampingan hukum
Menurutnya, tujuan utama saat itu adalah menciptakan proses yang transparan dan legal sejak awal. “Kami dari awal sudah mengundang Jamdatun, Kejaksaan, BPKP. Tujuannya agar semua proses berlangsung secara aman dan sesuai aturan,” ujar Nadiem.
Tujuan utama digitalisasi pendidikan tentu mulia: mengurangi kesenjangan akses teknologi di daerah, memperkuat literasi digital siswa, hingga membangun generasi cakap teknologi. Namun, dalam praktiknya, proyek semacam ini ternyata menyimpan potensi rawan penyimpangan, terutama ketika anggaran besar dan pengadaan masif terlibat.
Chromebook dipilih karena dianggap hemat, ringan, dan mudah dikelola untuk keperluan sekolah. Tetapi jika ternyata:
-
Tidak sesuai spesifikasi teknis yang direkomendasikan
-
Tidak melewati mekanisme pengadaan yang sah
-
Atau ada potensi mark-up atau persekongkolan vendor
maka proyek ini otomatis terperosok dalam pusaran hukum yang rumit.
BACA JUGA:Ledakan Pinjol di Kalangan Anak Muda: Rp75 Triliun Menggantung di Langit Utang Digital!
Satu hal yang perlu diluruskan: masalah hukum ini bukan soal merek atau jenis sistem operasi laptop. Chromebook sebagai produk bukanlah “penjahatnya”. Permasalahan utama terletak pada:
-
Pengabaian rekomendasi teknis internal
-
Potensi pelanggaran mekanisme hukum dalam pengadaan
-
Kemungkinan konflik kepentingan dalam pemilihan vendor atau spesifikasi
Dengan kata lain, jika semua prosedur dilakukan secara sah dan akuntabel, maka pemilihan Chromebook sekalipun bukan masalah. Tapi jika ternyata itu dilakukan tanpa dasar yang kuat, maka timbul dugaan pelanggaran serius.
Kasus ini mencerminkan kerapuhan sistem pengadaan di tubuh pemerintahan Indonesia. Meski sudah ada pendampingan hukum, pengawasan, hingga audit, tetap saja bisa terjadi dugaan penyimpangan.
Apakah ini hanya kasus terisolasi? Atau cerminan masalah sistemik di banyak kementerian dan lembaga?