DISWAY: Purbo Asmoro

DISWAY: Purbo Asmoro

Sesekali Purbo Asmoro berangkat mendalang dengan naik kereta itu. Yang ditarik dua ekor kuda –bukan 8 kuda seperti di lakon wayang. Jalannya pun pelan. Harus bersaing dengan sepeda motor, bendi, dan mobil. Tidak bisa sekencang seperti di wayang –yang digambarkan sampai rodanya mengambang lima inci di atas tanah.

Sejak pertama live streaming, sampai tulisan ini dibuat, sudah 30 lakon di-upload ke YouTube. Lewat channel Purbo Asmoro official.

Ki Purbo sendiri tidak hanya mengandalkan kehidupan dari mendalang. Sehari-hari ia dosen di ISI Solo –almamaternya dulu. Karena itu terlihat sekali intelektualitasnya.

Ia juga menjadi dalang yang tidak mau dipanggil show setiap malam. "Saya harus memikirkan kesehatan saya jangka panjang," katanya. Mendalang itu pekerjaan satu malam suntuk. Kalau sebulan 30 hari bisa merusak kesehatan. Juga merusak kehidupan rumah tangga yang normal.

Ia termasuk dalang yang rumah tangganya dijaga dengan baik. Ia dalang yang hidupnya sangat tertib –sebagai suami dan ayah.

Anak kedua Ki Purbo juga sudah bisa mendalang. Tapi masih belum mau tampil di publik. Ia baru lulus ISI Solo.

Setelah menonton banyak penampilannya, saya setuju Ki Purbo sangat menonjol dari segi sastra. Intelektualitasnya dan kesastrawanannya terlihat di kalimat-kalimat yang bersastra di pementasannya. Tapi itu juga membuat Ki Purbo terasa sangat 'priayi'. Humor-humornya intelek. Tidak bisa sebebas dan senakal seperti Seno Nugroho. Dialog-dialog antar-tokohnya juga bisa dianggap kurang 'liar'. Kurang bisa menyatu dengan penonton masa kini.

Tapi itulah memang Ki Purbo. Yang sosoknya juga sangat priayi. Yang mungkin ia-lah kini menjaga wayang kulit lengkap dengan warna sastranya.

Saya lagi mencari buku yang ditulis peneliti Amerika Serikat dua tahun lalu. Peneliti itu, Kathryn Emerson, menulis buku tentang Purbo Asmoro.

Kathryn, asal Michigan, kini bergelar doktor. Dia mempelajari gamelan Jawa di Solo. Bahkan sampai bisa ngendang –membunyikan kendang, instrumen tersulit di gamelan.

Kathryn rupanya jatuh cinta ke instrumen kendang –kemudian jatuh cinta pula ke pria Solo di belakang kendang tersebut: Wakidi Dwijo Martono. Dia pun kawin dengannya. Kini Kathryn bekerja di Jakarta. Setelah pensiun nanti akan menetap di Solo.

Saya sudah berkomunikasi dengan Kathryn. Dia lagi sibuk mengerjakan penerjemahan pertunjukan wayang kulit ke dalam bahasa Inggris. Dengan demikian akan ada teks Inggris di layar YouTube kelak. Yang diterjemahkan oleh orang yang sangat mengerti wayang dan sangat –tentu saja– menguasai bahasa Inggris.

Sesekali Kathryn ikut menjadi sinden di pementasan Ki Purbo atau Seno Nugroho.

Ki Purbo sudah pernah pula ke kampung Kathryn di Michigan. Ia mendalang di sana –di dalam gedung. Sudah berkali-kali Ki Purbo pentas di Amerika. Di berbagai kota di sana. Ia juga pernah pentas di Inggris, Austria, Jepang dan banyak negara lainnya.

Kesenimanan Ki Purbo juga terlihat dari bagaimana ia menyikapi Covid. Ketika berkerumun dilarang. Jarak harus dijaga. Tinggal pun di rumah saja.

Sumber: