Disway: Sakit Meninggal
Saya juga harus menghubungi Hadi Waluyo, mantan partner Kris yang kini menjadi dirut di perusahaan Ryantori. Lalu menghubungi Ir Puguh, lulusan ITB yang jadi direktur di perusahaan bersama Hadi Waluyo.
Tentu saya juga berkali-kali telepon Kris Suyanto yang lagi sakit itu. Ia lulusan Unesa (d/h IKIP Surabaya) untuk pendidikan teknik. Sejak dulu saya sering berkomunikasi dengan Kris.
Hasil menghubungi banyak pihak itu: saya bingung.
Urusan sederhana ini ternyata ruwet kalau sudah menyangkut proyek (baca: uang).
Lalu saya menghubungi Ir Setya Budiyanto. Ia yang mengawasi proyek Jatim Expo yang saya bangun dengan konstruksi sarang laba-laba itu. Yang sudah 15 tahun tidak terjadi masalah apa pun itu. Saya ingin ia membantu: siapa sih sebenarnya yang ''salah'' di antara pertemanan itu.
Pembaca Disway telah membuat saya serasa menjadi wartawan muda lagi.
Begitu banyak yang harus saya hubungi. Begitu banyak dokumen yang harus saya baca. Hanya untuk menghasilkan satu tulisan –yang mungkin akan segera dilupakan ini.
Ir Ryantori itu memang genius. Seperti umumnya orang teknik, ia tidak begitu peduli dengan urusan marketing dan keuangan. Hidupnya begitu sederhana. Apalagi berpartner dengan Ir Soetjipto yang otaknya hanya penuh dengan Mega, Megawati, Megawati Soekarno dan Megawati Soekarnoputri.
Soetjipto, seperti yang saya tahu, pejah gesang nderek Bu Mega. Yang akhirnya ia menjadi anggota DPR dan Sekjen DPP PDI Perjuangan.
Dua orang ini mempercayakan teknologi baru sarang laba-laba kepada salah satu pegawai di perusahaan itu: Kris Suyanto. Kris dinilai jago dalam lobi, meyakinkan orang dan mau bekerja keras.
Ada dua hal yang dipercayakan pada Kris: menguruskan hak paten sarang laba-laba dan mencari proyek.
Dalam perjalanannya Ryantori dan Soetjipto memercayai Kris lebih tinggi lagi: agar Kris memegang total pemasaran konstruksi sarang laba-laba.
Kris sendiri punya perusahaan. Perusahaan milik Kris inilah yang memegang hak sarang laba-laba. Di perusahaan itu Kris punya partner bernama Hadi Waluyo.
Kepercayaan kepada Kris itu dilengkapi dengan perjanjian: setiap dapat proyek harus disisihkan anggaran 10 persen –dari nilai proyek– untuk biaya teknologi.
Biaya teknologi itu meliputi desain, royalti, dan pengawasan.
Sumber: