Porang Kultur Jaringan

Porang Kultur Jaringan

Selama ini pengembangan tanaman porang memang terhambat oleh kelangkaan bibit. Harga benih pun bisa sampai Rp 200.000/kg. Padahal untuk satu hektare porang diperlukan 250 kg.

Itu karena benih hanya bisa didapat dari umbi yang ada di dalam tanah. Atau dari umbi-umbi kecil yang bermunculan di daun porang. Berarti dari satu tanaman porang hanya bisa diperoleh sekitar 20 benih.

Sedang lewat kultur jaringan, sekali pembenihan bisa menghasilkan 4 juta benih. Sudah seperti kelapa sawit saja.

Heppy sendiri akan masuk ke porang akhir tahun ini – -bersamaan dengan datangnya musim hujan nanti. Ia akan langsung menanam 4 juta benih porang di 200 ha tanahnya di Kabupaten Batang, Jateng.

Dengan pengembangan skala besar itu, harga porang pasti akan turun. Maka harapan petani-petani kecil untuk menikmati harga bagus sekarang ini akan berakhir.

Sekarang ini harga porang mencapai Rp 12.000/kg. Biaya tanamnya sekitar Rp 3.000/kg.

Satu hektare tanah bisa menghasilkan 30 ton porang. Hitung sendiri berapa keuntungan petani porang selama ini.

Itulah yang membuat porang berkembang pesat di kalangan petani. Kalau dulu hanya ada di Nganjuk, Madiun, Grobogan dan sekitarnya, sekarang sudah sampai ke Sumbawa.

Tapi keperluan akan tepung porang memang tidak terbatas. Itulah tepung yang di Jepang diolah menjadi shirataki. Bisa untuk mie atau beras. Atau campuran bakso. Atau kue moci.

Harga beras shirataki Rp 160.000/kg di supermarket kelas atas di Jakarta.

“Kepala sawit memang menguntungkan. Tapi porang lebih menguntungkan lagi,” ujar Heppy yang juga memiliki kebun kelapa sawit.

Yang jelas petani tidak akan bisa jualan bibit porang lagi. Selama ini petani bisa jualan porang sekaligus jualan bibit porang. Permintaan bibit ini datang dari seluruh Indonesia. Begitu tinggi minat mengembangkan porang di seluruh Indonesia.

Pertanyaannya: berapakah harga bibit porang hasil kultur jaringan itu?

Itu yang belum diketahui. “Rasanya pasti mahal,” ujar Suwarno, petani porang dari Semarang. “Rasanya tidak akan terjangkau oleh petani di pedesaan,” tambahnya.

Menurut Suwarno membuat benih lewat kultur jaringan sangat mahal. Suwarno adalah mantan petinggi di Perhutani.

Sumber: