Parah! Sejumlah Wartawan Dipukul Polisi Saat Liput Aksi Tolak Omnibus Law
Atas peristiwa tersebut, AJI Jakarta dan LBH Pers bersikap, pertama, Polri wajib mengusut tuntas kasus kekerasan yang dilakukan personel kepolisian terhadap jurnalis dalam peliputan unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja serta menindaklanjuti pelaporan kasus serupa yang pernah dibuat di tahun-tahun sebelumnya.
Kedua, mengimbau pimpinan redaksi ikut memberikan pendampingan hukum kepada jurnalisnya yang menjadi korban kekerasan aparat sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Ketiga, mengimbau para jurnalis korban kekerasan pun intimidasi aparat agar berani melaporkan kasusnya, serta memperkuat solidaritas sesama jurnalis.
Keempat, mendesak Kapolri Idham Azis membebaskan jurnalis dan jurnalis pers mahasiswa yang ditahan.
Berdasarkan catatan AJI Jakarta dan LBH Pers, kekerasan terhadap jurnalis yang diduga dilakukan oknum kepolisian kerap berulang. Aksi #ReformasiDikorupsi pun aparat mengganyang wartawan yang meliput. Namun hingga hari ini perkara itu tidak rampung meski kami telah melaporkan kasus itu ke polisi. Sanksi etik Polri tak cukup untuk menghukum para terduga kekerasan. Oktober tahun 2019, AJI Jakarta dan LBH Pers telah melaporkan 4 kasus kekerasan (2 laporan pidana dan 2 di Propam), namun tak satupun yang berakhir di meja pengadilan.
“Meski wartawan telah melengkapi diri dengan atribut pers dan identitas pembeda di lokasi demonstrasi, tetap saja jadi sasaran amuk polisi. Dalih polisi ‘kartu pers wartawan tak kelihatan’, maupun rencana penggunaan pita merah putih yang pernah diusulkan Polri sebagai pembeda, hingga kini tak terealisasi,” tutup Asnil.
Sumber: