Datuk Singarapi, Pemimpin Adat dan Pejuang Pesisir Jambi yang Dikenang Sepanjang Masa
--
JEKTVNEWS.COM,-Dalam perjalanan panjang sejarah Kesultanan Jambi, banyak tokoh adat yang berperan penting menjaga marwah dan kedaulatan daerah. Salah satu sosok yang namanya masih hidup dalam ingatan masyarakat hingga kini adalah Datuk Singarapi, seorang pemimpin adat sekaligus pejuang dari wilayah pesisir Jambi yang dikenal bijaksana dan berani menentang pengaruh asing.
Datuk Singarapi hidup pada masa kejayaan Kesultanan Jambi, diperkirakan sekitar abad ke-17 hingga awal abad ke-18. Ia berasal dari keturunan bangsawan adat Melayu Jambi dan sejak muda dikenal memiliki jiwa kepemimpinan serta rasa tanggung jawab yang besar terhadap masyarakat.
Nama “Singarapi” sendiri memiliki makna simbolik. Dalam bahasa Melayu kuno, singa berarti keberanian, dan rapi bermakna kebijaksanaan atau keteraturan. Sosok ini dikenal sebagai pemimpin yang gagah berani, namun tetap arif dalam bertindak.
Sebagai datuk yang dipercaya memimpin wilayah pesisir, Datuk Singarapi dikenal tegas dan berpihak pada kebenaran. Ia menegakkan hukum adat dengan adil tanpa pandang bulu, baik terhadap rakyat biasa maupun kalangan bangsawan. Dalam kepemimpinannya, ia memegang teguh falsafah adat “Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah,” yang menegaskan keselarasan antara adat dan ajaran Islam.
Pada masa Datuk Singarapi memimpin, Kesultanan Jambi mulai menghadapi pengaruh bangsa asing — terutama Belanda yang berusaha menguasai jalur perdagangan di pesisir. Datuk Singarapi menjadi salah satu tokoh yang menolak keras dominasi kolonial dan kebijakan monopoli perdagangan yang merugikan rakyat.
Bersama para depati dan datuk lainnya, ia menggerakkan rakyat mempertahankan hak adat dan tanah ulayat dari campur tangan pihak luar. Kisah lisan yang diwariskan turun-temurun menyebutkan, Datuk Singarapi pernah memimpin perlawanan rakyat melawan pasukan Belanda yang mencoba memasuki wilayahnya melalui jalur sungai.
Meskipun kekuatan rakyat tidak sebanding, semangat perjuangan di bawah kepemimpinannya menumbuhkan rasa persatuan dan keberanian masyarakat Jambi dalam mempertahankan tanah air. Selain dikenal sebagai pejuang, Datuk Singarapi juga meninggalkan warisan nilai adat yang masih dijaga hingga kini. Salah satu petuahnya yang terkenal berbunyi, “Adat dipakai baru, pusako dipakai usang.”
Ungkapan ini bermakna bahwa adat harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa melupakan akar tradisi dan warisan leluhur. Falsafah itu hingga kini menjadi pedoman masyarakat adat Jambi dalam menjaga keseimbangan antara kemajuan dan pelestarian budaya.
Hingga kini, nama Datuk Singarapi masih dikenang di wilayah pesisir Jambi, khususnya di kawasan Mendapo atau Dusun Empih, Kota Sungai Penuh. Di sana berdiri Luhah Datuk Singarapi Putih — rumah gedang tempat disimpannya berbagai pusaka bersejarah seperti keris, tombak, beduk panjang, dan peti pusaka.
Tradisi adat seperti upacara penurunan pusaka masih rutin digelar dan dihadiri masyarakat dalam jumlah besar. Selain itu, ditemukan pula prasasti tanduk kerbau beraksara incung yang diyakini berasal dari masa Datuk Singarapi.
Prasasti tersebut tersimpan di lingkungan adat Mendapo Rawang, Hamparan Rawang–Koto Teluk, dan menjadi sumber penting dalam penelitian sejarah serta epigrafi lokal. Perjuangan dan keteladanan Datuk Singarapi memberikan pesan penting bagi generasi muda Jambi masa kini.
Di tengah arus modernisasi, nilai-nilai yang diwariskannya menjadi pengingat bahwa kemajuan harus berpijak pada budaya dan adat istiadat. Datuk Singarapi bukan hanya dikenang sebagai pemimpin adat dan pejuang, tetapi juga sebagai sosok yang menanamkan nilai keadilan, kebersamaan, dan cinta tanah air.
Kisah hidupnya menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah Jambi — warisan luhur yang patut dijaga dan dihidupkan kembali sebagai sumber inspirasi bagi generasi penerus.
Sumber:
