Menurut Yaqut Cholil Qoumas, pentingnya memperhatikan aspek keadilan dan kesinambungan pengelolaan dana haji dalam kebijakan pemanfaatan hasil pengembangan dana haji atau nilai manfaat.
Karenanya, besaran penggunaan nilai manfaat yang diusulkan saat itu hanya berkisar 30%.
Namun, setelah melalui serangkaian pembahasan, muncul sejumlah alternatif pemikiran yang perlu dielaborasi dan didiskusikan, antara lain efisiensi dalam pengelolaan BPIH serta peningkatan Bipih secara gradual untuk mencapai konsep istitha’ah.
“Dinamika yang terjadi selama proses pembahasan dengan perbedaan pendapat di antara kita merupakan cerminan dari wujud demokrasi, sekaligus menunjukkan betapa besar keinginan dan harapan kita untuk senantiasa berupaya meningkatkan pelayanan kepada jemaah haji," jelasnya.
"Komitmen untuk terus memperjuangkan peningkatan pelayanan kepada jemaah haji ini semoga dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan di masa-masa mendatang,” lanjutnya.
“Saya bersyukur dengan adanya kebijakan politik bahwa prosentase Bipih lebih besar dari nilai manfaat, meski komposisinya belum sepenuhnya ideal. Saya kira ini menjadi momentum kita untuk mengarah pada skema perhajian yang lebih proporsional,” tambahnya.
Menag Yaqut Cholil Qoumas merasa bersyukur, setelah melalui serangkaian pembahasan ada sejumlah efisiensi yang disepakati. Misalnya, nilai kurs Dollar dan Riyal disepakati ada penurunan.
Usulan DPR RI untuk mengurangi layanan katering jemaah dari yang awalnya tiga kali hanya menjadi dua kali makan juga disepakati. Dalam rapat Panja juga disepakati besaran living cost di angka 750 riyal.
“Dari proses diskusi dan pembahasan itu, jemaah tahun ini akan membayar biaya haji rata-rata Rp49,8 juta. Untuk yang jemaah lunas tunda tahun 2020 tidak usah menambah biaya pelunasan,” ujarnya.
“Hasil kesepakatan ini selanjutnya akan diusulkan kepada Presiden untuk diterbitkan Keputusan Presiden tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji,” tandasnya.