Tak mau ketinggalan dengan Presiden RI Jokowi, Gubernur Jawa Barat itu pun turut mencoba dan menjajal permainan lato-lato tersebut, Namun, Ridwan Kamil pun juga tidak bisa memainkan permainan lato- lato tersebut.
Dikutip dari laman media Antara, permainan sejarah lato-lato ini awal mulanya berasal dari Amerika Serikat.
Di negara asalnya, permainan ini mempunyai berbagai macam penyebutan mulai dari clackers, click-clacks, knockers, ker-bangers, atau clankers.
Beberapa istilah tersebut merujuk pada benda yang sama, yakni dua bola yang dihubungkan dengan dua utas tali. Cara bermainnya pun persis, sebagaimana lato-lato dimainkan di Indonesia.
Ketika dimainkan, kedua bola yang menggantung akan menimbulkan bunyi yang khas seperti 'clack-clack'. Bunyi tersebut kemudian mendasari penamaan mainan tersebut. Benda ini mirip dengan 'bolas', senjata berburu yang digunakan oleh para Gaucho atau penduduk di Pampas, Gran Chaco, dan Patagonia, Amerika Selatan.
Pada mulanya, clackers dibuat sebagai alat untuk mengajari anak-anak berlatih koordinasi antara tangan dan mata.
New York Times menerbitkan catatan pada Agustus 1971 yang menunjukkan adanya kejuaraan dunia clackers. Peristiwa bersejarah tersebut berlangsung di Italia, tepatnya di desa Calcinatello, dekat Brescia. Dimainkan sebagai kompetisi dunia, perlombaannya diikuti banyak peserta dari berbagai negara, seperti Belanda, Belgia, Swiss, Inggris, hingga Kanada. Semua negara itu berlomba untuk membuktikan kemampuan mereka bermain clackers di mata dunia.
Namun, ada beberapa Kasus kejadian yang membuat permainan lato-lato ini di larangan di Amerika Serikat.
Baca Juga : ingat puasa rajab di tahun 2023 mulai hari ini berikut panduan puasa rajab
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) melarang peredaran mainan tersebut. Beberapa komunitas dan Organisasi Masyarakat untuk Mencegah Kebutaan (Society for the Prevention of Blindness) juga turut mendukung keputusan FDA. Sebelum melakukan pelarangan, FDA sempat menguji banyak perusahaan untuk menemukan kecepatan dan potensi pecahnya lato-lato.
Beberapa tahun setelahnya pada 1973, Consumer Product Safety Commission atau Komisi Keamanan Produk Konsumen muncul dengan banyak himbauan terhadap mainan ini.
Melansir website Komisi Keamanan Produk Konsumen Amerika Serikat (CPSC), U.S Marshall menyita 4.600 produk Lato-lato di Phoenix, Arizona pada 6 Desember 1985. Mereka menilai mainan tersebut berbahaya, karena mudah pecah dan melukai anak-anak. Lebih lanjut, mereka juga melarang penjualan lato-lato di Amerika Serikat.
Sementara itu, di Indonesia sendiri, permainan lato-lato ini mulai eksis pada tahun 1990 an. Meski eksis pada tahun 1990 an, akan tetapi, sejarah permainan lato-lato ini sudah dimainkan sejak 1970 an.
Baca Juga : kekurangan minum air putih dapat menyebabkan penuaan dini
Di lansir dari Quartz, Bentuk mainnya pun tidak berubah, hanya saja tidak lagi menggunakan kaca temper, tetapi diubah dengan plastik polimer. Bahan ini dianggap jauh lebih aman dibanding pendahulunya. Meski demikian, permainan ini tetap berisiko pecah, tetapi dengan risiko partikel pecahan tidak membentuk proyektil layaknya kaca.
Saat ini, clackers di Indonesia lebih populer dengan sebutan lato-lato. Nama tersebut berasal dari bahasa Bugis dan berubah menjadi 'katto-katto' di Makassar. Sementara di beberapa daerah di Pulau Jawa, permainan ini dulunya disebut 'tek-tek' sebagaimana bunyi yang dihasilkan.