Sebentar lagi Satya pindah kembali ke Jakarta. Ia bekerja di perusahaan distributor bumbu masak Sasa. Umurnya 50 tahun. Anaknya tiga orang.
Sudah tiga tahun Satya bertugas di Surabaya. Ia lahir dan dibesarkan di Jakarta. Setamat SMAN 7 Gambir Satya meneruskan kuliah di sekolah tinggi ilmu ekonomi swasta. Ayahnya Sunda, ibunya Palembang. Istrinya dari Bandung, kerja sebagai tenaga medis di Tangerang.
Satya senang ditarik lagi ke Jakarta. Bisa dekat dengan keluarga. Tapi ia menjadi belum tahu apakah akan bisa donor plasma untuk yang ke 11 kali dan seterusnya.
Awalnya Satya hanya sakit biasa. Masuk rumah sakit. Dinyatakan sembuh. Lalu bekerja lagi. Tapi ia harus kembali ke rumah sakit untuk kontrol. Termasuk harus antre pemeriksaan paru-paru. Ia curiga saat kontrol itulah tertular Covid.
Itu bulan Mei 2020.
Ia dirawat di RS khusus Covid --saat itu disebut RS Lapangan di Jalan Indrapura Surabaya.
Ia termasuk pasien angkatan pertama yang masuk RS yang baru saja dibuka itu.
Setelah sembuh ia tergabung dalam grup alumni RS Lapangan Indrapura. Ia masuk grup 1 --karena tergolong pasien awal. "Sekarang sudah ada grup 14," ujar Satya. Satu grup berisi sekitar 100 orang --sesuai kapasitas WA.
Di grup WA itulah ia kali pertama tahu konvalesen. Di bulan Juli ia tergugah untuk menjadi pendonor. Setelah diperiksa ternyata memenuhi syarat. Sejak itu Satya terus menjadi pendonor konvalesen. Sampai yang kali ke-10 kemarin.
Tidak semua penyintas Covid bisa jadi pendonor. Seorang ibu yang pernah hamil termasuk yang tidak boleh. Yang umurnya di atas 60 tahun juga tidak diterima. Demikian juga yang di bawah 17 tahun.
Berbahagialah yang terkena Covid belakangan. Para dokter sudah begitu pintar. Mereka banyak belajar selama satu tahun Covid - -di samping banyak yang sampai menjadi korban. Pilihan jalan penyembuhan pun kian banyak --termasuk transfusi plasma konvalesen.