Kondisi Myanmar Seperti Medan Perang, 18 Pendemo Ditembak Mati Militer

Selasa 02-03-2021,12:52 WIB

Minggu pagi kemarin, polisi yang didukung kekuatan miiliter turun ke jalanan melepaskan tembakan ke berbagai kawasan di kota Yangon menggunakan granat, tembakan ke udara dan gas air mata, meski gagal membubarkan massa.

Polisi juga melemparkan granat di sebuah sekolah kedokteran di Yangon dan membuat para dokter dan mahasiswa berhamburan menyelamatkan diri.

Sebuah kelompok bernama ‘Whitecoat Alliance’ mengatakan sekitar 50 staf medis sudah ditahan.

Lembaga independen bernama Asosiasi Bantuan Untuk Tahanan Politik mengatakan mereka mengetahui adanya sekitar seribu orang ditahan hari Minggu, dengan 270 diantaranya sudah diketahui identitasnya.

Hingga kini total sekitar 1.131 orang sudah ditahan, dikenai tuduhan atau dijatuhi hukuman sejak kudeta militer terjadi.

Diketahui 21 pengunjuk rasa tewas dan pihak militer mengatakan seorang polisi terbunuh.

Jaringan televisi negara MRTV mengatakan lebih dari 470 orang ditangkap hari Sabtu, setelah polisi melakukan penangkapan secara nasional.Kelompok hak asasi manusia, ‘Human Rights Watch’ mengkritik kekerasan yang terjadi sebagai hal yang ‘tidak bisa diterima’.

“Pasukan keamanan Myammar yang meningkatkan kebijakan dengan penggunaan senjata mematikan di berbagai kota adalah hal yang tidak bisa diterima,” kata Phil Robertson, Wakil Direktur ‘Human Rights Watch’ untuk kawasan Asia.

Seorang aktivis perempuan, Esther Ze Naw mengatakan warga Myanmar harus berjuang untuk mengatasi ketakutan mereka akan militer yang sudah tertanam sekian lama dalam diri mereka.

“Ketakutan itu hanya akan terus bertumbuh bila kami hidup di bawah kekuasaan militer dan mereka yang menciptakan ketakutan sadar akan hal tersebut,” katanya.

“Jelas sekali mereka ingin menciptakan ketakutan dengan membuat kami lari dan bersembunyi. Kami tidak bisa menerima hal tersebut.”

Duta besar yang dipecat tetap akan berjuang Tindakan polisi terjadi setelah televisi nasional Myanmar mengumumkan Duta Besar Myanmar untuk PBB dipecat karena mengkhianati negeri itu.

Duta besar tersebut sebelumnya mendesak PBB untuk melakukan langkah “apa saja yang diperlukan” untuk mengembalikan keadaan sebelum kudeta.

Duta besar yang dipecat ini adalah Kyaw Moe Tun mengatakan tetap akan berjuang. “Saya memutuskan untuk berjuang selama yang bisa saya lakukan,” katanya di New York.

Negara-negara Barat sudah mengecam kudeta dan mulai menerapkan sanksi, namun para jenderal militer sejauh ini tidak mengindahkan tekanan diplomatik tersebut.

Mereka sudah menjanjikan adanya pemilu baru namun belum menentukan tanggal. NLD dan para pendukungnya mengatakan hasil pemilu bulan November lalu harus dihormati.

Tags :
Kategori :

Terkait