Senin 18 January 2021
Oleh : Dahlan Iskan
DALAM hal darurat, kalau perlu pecahkan kaca jendela.
Mantra itu diucapkan Jamie Raskin, dua tahun lalu.
Ia lulus magna cum laude dari Harvard Law School. Profesor hukum itu kini anggota DPR.
Sejak dua tahun lalu itu, ia melihat Presiden Trump itu berbahaya. Harus dibuat UU baru yang bisa mencopot presiden di tengah jalan.
"Kita harus lakukan sesuatu," ujar profesor 58 tahun itu.
Dua tahun kemudian yang memecahkan kaca jendela justru pendukung Trump. Tanggal 6 Januari lalu. Secara harfiah. Yang dipecah jendela kaca beneran. Jendela gedung Capitol, tempat Raskin merumuskan UU itu.
Di hari yang bahaya itu, Raskin ke DPR mengajak anak perempuannya: Tabitha. Hari itu si gadis tidak mau pisah dengan bapaknyi. Tabitha masih trauma. Dia sangat sayang bapaknyi.
Bahkan Tabitha tidak mau bapaknyi masuk kerja. Dia melihat keadaan politik sangat berbahaya. Bapaknyi, yang dikenal anti-Trump, bisa jadi korban.
Tabitha sampai ngamuk pagi itu. Yakni ketika bapaknyi terlihat tetap akan pergi, naik mobil.
Rumah mereka di negara bagian Maryland. Hanya sepelemparan batu dari Washington DC.
Sehari sebelumnya keluarga ini memang baru menguburkan kakak laki-laki Tabitha. Yang meninggal beberapa hari sebelumnya: bunuh diri.
Sang ayah sebenarnya juga masih sangat terpukul. Di lengan bajunya masih bertanda hitam –seperti tanda dari luka khas keluarga Yahudi.
Tommy, yang bunuh diri di umur 25 tahun itu, anak yang sangat cerdas. Ia kini tahun kedua di Harvard –untuk S-2 bidang hukum. Tommy mestinya akan bisa menjadi ahli hukum seperti Raskin –profesor hukum tata negara.