Lewis Penanda Tua

Rabu 18-11-2020,08:19 WIB

Apes saya di Shanghai beda. Sudah bukan rahasia, keamanan di sirkuit itu (bagi pengunjung) tidaklah sebaik kemudian hari. Penonton begitu banyak, sehingga kasus kehilangan barang jadi cerita biasa.

Sebagai peliput, saya tentu meluangkan waktu ke area penonton, mencari bahan tulisan dan memotret suasana di "mal area" tempat penonton berinteraksi dengan booth-booth sponsor dan merchandise.

Saya membawa tas punggung kecil, sekaligus sebuah kamera dengan lensa besar mahal 70-200 mm.

Saat berada di tengah kerumunan, tiba-tiba ada yang mendorong saya dari belakang. Saya berhasil menyeimbangkan diri dan tidak jatuh. Tapi... Lensa saya dicuri orang! Hebat, cepat sekali. Bodi kamera masih saya pegang. Tapi lensanya sudah lepas.

Saya melaporkan kejadian itu ke media center sekaligus pos keamanan Sirkuit Shanghai. Namun saya sudah siap dengan kenyataan, merelakan lensa mahal itu hilang.

Untung waktu itu ada rekan saya, Dewo Pratomo, juga membawa kamera. Lensanya saya pinjam untuk sisa liputan di sirkuit.

Dalam tahun-tahun kemudian, berkali-kali saya meliput F1 dan berjumpa dengan Hamilton. Hampir tidak pernah lagi minta foto bareng. Karena foto paling "mahal" saya sudah punya, saat dia masih menjalani debutnya.

Kemenangan demi kemenangan, gelar demi gelar, diraih oleh Hamilton. Pembawaannya di sirkuit jadi jauh beda dengan waktu masih "imut" 2007 itu.

Lama-lama, saya merasa Hamilton seperti bintang hip-hop, bukan bintang balap. Selalu ada bodyguard di dekatnya. Dengan galak mengingatkan segala orang yang ada di dekatnya. "Jangan sentuh dia!" begitu sentak sang bodyguard kepada orang-orang yang ingin berfoto dengan Hamilton.

Dalam hati saya, Michael Schumacher saja dulu tidak sampai begitu. Padahal, secara pribadi saya lebih ngefans pada Hamilton daripada Schumi!

Semakin lama, semakin banyak pula "bling-bling" pada tubuh Hamilton. Begitu pula tatonya. No problem, banyak bintang olahraga dan musik memang seperti itu. Lagi-lagi, makin jauh dengan Hamilton pada 2007, yang masih memiliki rongga di antara dua gigi depannya!

Dan tahun ini, Hamilton yang makin beda kelihatan. Berkat pandemi, F1 jadi lebih tertutup. Jadi tentu Hamilton tak perlu lagi punya pengawalan ketat. Hanya ada seorang asisten perempuan (yang kini juga kondang).

Hamilton tahun ini "aktivis" banget. Ikut bersuara lantang menanggapi ketidakadilan ras, khususnya terhadap warga kulit hitam, di Amerika Serikat. Sampai-sampai, FIA harus mengeluarkan aturan baru, melarang pemakaian kaus apa pun dalam acara podium.

Bagi banyak orang, sikap Hamilton ini tentu sangat berharga dan berarti. Saya juga sangat mengapresiasi sikapnya dalam menentang rasisme.

Tapi entah apa ya, Hamilton yang ini bukanlah Hamilton yang saya sukai dulu. Kok saya justru jadi makin apresiatif terhadap Michael Schumacher.

Jangan salah, Hamilton ini talenta yang begitu luar biasa. Kemenangannya di Turki Minggu lalu (15 November) menunjukkan kelasnya sebagai juara dunia tujuh kali. Bisa merebut kemenangan dalam cuaca buruk, di saat mobilnya tidak sedang dominan.

Tags :
Kategori :

Terkait