JAKARTA – Undang-Undang Cipta Kerja mulai disosialisasikan secara virtual. Kemarin (13/10) Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengundang Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi dan kabupaten/kota secara daring.
Tito menyoroti berbagai dinamika yang terjadi atas disahkannya UU tersebut. Ia memahami beragam pandangan yang dikemukakan oleh banyak pihak. Untuk itu, forum rapat bersama Ketua DPRD provinsi dan kabupaten/kota serta pengurus asosiasinya kali ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan sosialisasi secara utuh.
“Saya pikir ini waktu yang baik untuk rekan-rekan juga bisa sharing memahami hal-hal yang pokok mengenai (UU tentang Cipta Kerja-red) ini. Dan kemudian rekan-rekan ketika bisa melakukan langkah-langkah proaktif terhadap kelompok-kelompok yang melakukan aksi, yang belum paham sehingga rekan-rekan memiliki amunisi untuk menjelaskan kepada mereka,” ujar Tito dalam keteranan resminya, Selasa (13/10).
Mantan Kapolri ini mengaku mengikuti dinamika yang terjadi dalam proses penyusunan aturan sapu jagat ini. Bahkan, dalam beberapa rapat kabinet, ia mendengarkan tentang permasalahan mendasar dan sangat penting yang melatarbelakangi perlunya UU Cipta Kerja ini. Tito mengambil contoh, sebagai negara dengan penduduk nomor empat terbesar di dunia, salah satu persoalan yang dihadapi oleh Indonesia adalah masalah lapangan kerja.
Berdasarkan data yang ada angka pengangguran di Indonesia saat ini lebih kurang 6,9 juta penduduk, sedangkan setiap tahunnya jumlah angkatan kerja baru terus bertambah sekitar 2,9 juta penduduk.
“Kemudian pandemi global yang menghantam semua negara di dunia ini juga mengakibatkan terjadinya dampak sosial, bukan hanya dampak kesehatan. Dampak sosial dan ekonomi, intinya adalah terjadi pengangguran baru di banyak semua negara termasuk Indonesia,” katanya.
Terpisah, Juru bicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, Omnibus Law UU Cipta Kerja klaster pertahanan yang merevisi beberapa pasal dari UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan menjadikan sektor ini dinamis dan progresif untuk investasi.
“Selama ini banyak pihak swasta mau masuk ke industri pertahanan,” katanya, Selasa (13/10). Menurutnya, dengan revisi Pasal 11 dari UU Industri Pertahanan melalui UU Cipta Kerja menjadikan pihak swasta bisa ikut berkontribusi, berkreativitas, dan berinvestasi lebih besar bagi pertahanan negara.
“Dan harus dilihat, ketika UU Nomor 16 dibuat 8 tahun lalu, saat itu kondisi BUMSwasta lokal bidang pertahanan belum dinamis seperti sekarang,” ujarnya.
Terkait adanya kemungkinan perubahan Daftar Negatif Investasi (DNI), kata Dahnil, nantinya di ranah Peraturan Pemerintah, Kemenhan tetap menjadi kendali regulasi dan pengawasan, dan tentu Kemhan tegas berdiri bagi kepentingan nasional.
“Industri Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) dari hulu sampai hilir tetap dikontrol penuh oleh Kemhan. Semua nanti akan diatur teknisnya dalam aturan turunan seperti Perpres, PP atau Kepmenhan,” kata Dahnil
Dia menambahkan, perlu dipahami bahwa perubahan Industri Pertahanan dalam UU Ciptaker ini sudah sesuai dengan Instruksi Presiden Joko Widodo dalam HUT Ke-75 TNI, di mana untuk menguasai lompatan teknologi terkini harus mengubah kebijakan belanja pertahanan menjadi investasi pertahanan.
“Jadi tidak benar bahwa industri pertahanan kita diberikan kepada asing. Kemhan yang mengendalikan-mengatur terkait industri pertahanan di Indonesia,” tandasnya.