Disway: Teknik Memancing

Minggu 04-10-2020,09:44 WIB

Tentu saya kenal Najwa. Dengan gaya khas memotongnya itu. Beberapa kali saya tampil di Mata Najwa –termasuk bersama Ahok dan Bu Susi.

Tentu juga saya kenal dr Terawan. Begitulah orangnya. Kerja dalam senyap. Tidak mau menanggapi apa pun kontroversi mengenai dirinya.

Begitu pula sikapnya saat masih berpangkat kolonel. Yakni saat Terawan menemukan dan mempraktikkan teknik brain wash dalam mengatasi penyumbatan saluran darah dalam otak.

Waktu itu Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mempersoalkan dengan serius apa yang dipraktikkan Terawan. Ia dianggap melanggar prinsip kedokteran. Tapi ia tidak mau menanggapinya. Ia pun dipecat oleh IDI.

Begitu ributnya soal brain wash Terawan waktu itu. Sampai-sampai saya sendiri ingin mencobanya. Padahal, waktu itu, saya tidak punya keluhan apa-apa.

Saya pun berbaring di meja operasi. Pangkal paha saya sudah disiapkan untuk disayat. Dokter Terawan memegang pisau. Lalu menyanyikan lagu Ada nama Ibu dalam doaku. Suaranya enak. Nadanya benar. Saya menjadi fokus di lagu itu. Tahu-tahu pangkal paha saya sudah tersayat. Tidak terasa.

Begitulah cara Terawan bekerja.

Ia pun memasukkan kateter dari pangkal paha itu. Untuk didorong menuju otak –melalui dada dan leher. Kateter itu memasuki saluran-saluran darah di dalam otak. Saya pun konsentrasi penuh merasakan apa yang terjadi. Tidak terasa apa-apa, kecuali ada sensasi-sensasi dingin pyar-pyar ringan di dalam otak.

Ketika lagu itu selesai dinyanyikan, selesai pula brain wash itu.

Sekitar tiga bulan kemudian saya ajak istri saya melakukan hal yang sama. Konsekuensinya: saya juga harus melakukan sekali lagi. Agar istri saya berani.

Saya tidak menyangka Terawan yang sampai dipecat dari IDI diangkat jadi menteri kesehatan –yang harus membawahkan IDI.

Dan kini Najwa mengangkat Terawan di kursi kosong.

Di negara yang matang demokrasi, wartawan mudah mewawancari pejabat publik. Yang sulit adalah mendapat jawaban. Wartawan harus adu pintar dengan mereka. Pejabat juga harus adu pintar dengan wartawan.

Di Indonesia wartawan sulit menemui pejabat publik. Apalagi dulu. Tapi, sekali bisa bertemu, ceritanya banyak. Apa saja diceritakan, termasuk yang mestinya rahasia. Di sini pejabat itu mudah terpancing –yang memang, wartawan sering menggunakan teknik memancing. (Dahlan Iskan)

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler