Yang setuju dengan pendapat tersebut lebih banyak pada warga yang tinggal di Bali + Nusa Tenggara (53 persen), Jawa Barat (39 persen), dan Kalimantan (38 persen). Di daerah lain, persentasenya di bawah 30 persen.
Dari sisi agama, dari responden yang beragama Islam yang setuju dengan pendapat tersebut hanya 26 persen, sementara yang beragama lainnya 33 persen. Dilihat dari faktor suku, yang setuju dengan pendapat tersebut lebih banyak pada yang berdarah Minang (55 persen) dan Sunda (37 persen).
Dari sisi usia, kelompok berumur 21 ke bawah paling tinggi yang percaya dengan pendapat tersebut (37 persen). Kelompok umur lainnya di bawah 26 persen. Dari sisi pendidikan, yang berpendidikan SLTA paling tinggi yang setuju dengan pendapat tersebut, sebanyak 29 persen Kelompok pendidikan lainnya di bawah 26 persen.
Dari sisi pendapatan, kelompok berpendapatan Rp1-2 juta dan Rp2-4 juta lebih banyak yang setuju dengan pendapat tersebut, yakni 31 persen Kelompok berpendapatan selain itu, persentasenya jauh lebih kecil, di bawah 23 persen.
Abbas juga melihat tingkat kesetujuan dengan pendapat kerja sama Indonesia dan China dapat menghidupkan kembali paham komunisme dan PKI ini berhubungan dengan pembelahan masyarakat terkait Pemilihan Presiden 2019. ”Dan yang setuju dengan pendapat tersebut lebih banyak di kalangan pendukung Prabowo dibandingkan di kalangan pendukung Jokowi,” katanya.
Survei SMRC menunjukkan, 40 persen pemilih Prabowo pada Pilpres 2019 setuju dengan pendapat tersebut, sementara hanya 21 persen pemilih Jokowi yang setuju. Dari sisi pilihan partai politik, yang setuju dengan pendapat tersebut lebih banyak ditemukan pada pemilih PKS (54 persen), pemilih NasDem (53 persen), dan pemilih Gerindra (41 persen).
SMRC juga menyebutkan sebanyak 14 persen dari total populasi Indonesia setuju bahwa saat ini terjadi kebangkitan PKI. ”Warga yang setuju bahwa sekarang sedang terjadi kebangkitan PKI tidak terlalu banyak dan tetap dari waktu ke waktu,” kata Sirojudin Abbas.
Menurut dia, berdasarkan hasil survei hanya 36 persen yang tahu pendapat bahwa sekarang sedang terjadi kebangkitan PKI di Tanah Air. Sedangkan 64 persen mengaku tidak tahu atau tidak pernah mendengar isu tersebut. ”Untuk yang tahu, sekitar 38,7 persen (14 persen dari populasi) setuju dengan pendapat tersebut, 60,6 persen (22 persen dari populasi) tidak setuju dengan kebangkitan PKI,” jelasnya.
Menurut dia, tren warga yang setuju saat ini terjadi kebangkitan PKI berada di angka 10-16 persen. Tren itu dilihat dari Juni 2016-September 2020. Tren tertinggi pada Mei 2018, terendah di bulan November 2016 dan Maret 2020 sekitar 10 persen. ”Warga Indonesia yang setuju dengan pendapat Indonesia tengah terjadi kebangkitan PKI itu tidak banyak berubah dari 2016 kisarannya 10-16 persen,” imbuhnya.
Sementara saat ini di bulan September 2020, warga yang setuju sedang terjadi kebangkitan PKI itu di kisaran 14 persen. Dari 14 persen populasi Indonesia, menurut Sirojudin, 79 persen mengatakan kebangkitan PKI sudah cukup serius mengancam bagi negara. ”Artinya 79 persen dari 14 persen populasi (atau 11 persennya) setuju kebangkitan PKI menjadi ancaman. Dari 11 persen itu, sekitar 69 persen menyatakan pemerintah tidak tegas atas ancaman kebangkitan PKI tersebut,” katanya pula.
Survei SMRC dilaksanakan 23-26 September 2020 untuk melihat secara khusus bagaimana warga melihat perdebatan publik tentang isu kebangkitan PKI, dan seberapa banyak yang tahu tentang isu tersebut serta seberapa banyak yang setuju dengan isu ini. Survei dilakukan kepada 1.203 responden berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah. Survei dilakukan wawancara melalui telepon. Margin of error survei diperkirakan kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.