Selalu saja berita tentang Temasek adalah sisi yang mengagumkan.
Dan memang Temasek mengagumkan.
Publik Indonesia umumnya hanya tahu bahwa kehebatan itu semata-mata disebabkan bentuk Temasek yang superholding. Bukan di bawah kementerian seperti kementerian BUMN.
Tapi apakah benar-benar karena itu Temasek bisa jaya? Sehingga kalau BUMN Indonesia juga di-superholding-kan otomatis akan maju?
Siapa pun akan menjawab tidak. Malaysia sudah mencoba. Dan sudah telanjur banyak juga yang memuji Khazanah. Tapi kita semua tahu Khazanah tidak bisa mengikuti kisah sukses Temasek.
Mengapa Temasek sukses? Itu tidak bisa dijawab dengan satu kiat: superholding. Kalau pun saya dipaksa untuk menjawab dengan satu kata, maka yang keluar dari otak saya adalah kata ini: rasional.
Rasionalnya, perusahaan itu harus diurus secara perusahaan. Bukan diurus dengan setengah perusahaan dan setengah politik.
Kalau pun ada politiknya jangan lebih 10 persen.
Tidak mungkin BUMN 100 persen bebas politik. Pun Temasek.
Siapa yang ditunjuk sebagai pimpinan puncak perusahaan BUMN pastilah ada unsur politiknya. Termasuk mengapa pimpinan puncak Temasek dipercayakan kepada madam Ho Ching.
Madam Ho Ching adalah istri perdana menteri Singapura Lee Hsien Loong. Bahkan sejak Ho Ching masih berstatus menantu Lee Kuan Yew.
Bagaimana pula madam Ho Chin bisa menduduki jabatan CEO Temasek begitu lama. Pasti ada bau politik. Sejak 2004 Ho Ching menjadi CEO. Berarti sudah 16 tahun.
Itu berarti Temasek itu stabil sekali. Kestabilan politik di Singapura adalah sumber dari kestabilan Temasek. Perusahaan itu, rasionalnya, memang tidak boleh sering-sering ganti CEO. Perusahaan itu berbeda dengan birokrasi. Perusahaan memerlukan strategi jangka panjang. Yang harus secara konsisten dipegang.
Pemegang strategi yang terbaik adalah yang melahirkan strategi itu. Atau yang ikut merumuskan dan meyakini kebenaran strategi itu.
Kestabilan seperti itu yang tidak ada di BUMN Indonesia. Sumbernya, ya, ketidak stabilan politik. Bahkan ada BUMN besar yang dirutnya berganti tiga kali dalam dua tahun. Ada juga direksi baru yang pekerjaannya memperkarakan direksi sebelumnya. Bukan karena idealisme tapi hanya untuk menutupi kelemahannya.
Semua itu karena unsur politik lebih dominan di BUMN.