Halal Haram Vaksin Tak Perlu Disoal

Selasa 01-09-2020,07:08 WIB
Reporter : ful
Editor : Ra

JAKARTA – Keresahan sosial yang meluas dan berujung kepada stres serta kepanikan yang tinggi jelas tidak membantu penyembuhan bagi pasien terpapar Covid-19. Pemerintah lagi-lagi didorong untuk segera mengimplementasikan vaksin, tanpa harus menunggu tahun 2021.

”Namun tidak bisa dipungkiri kalau kita tidak pesan vaksin terlebih dulu bisa-bisa kita tidak kebagian vaksin yang diproduksi. Karena banyak juga negara yang pesan vaksin yang sama,” terang Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono, kepada Fajar Indonesia Network (FIN) Senin (31/8).

Ditambahkannya, pemerintah memesan terlebih dahulu vaksin tersebut agar ketersediaan vaksin cukup di Indonesia, sehingga penanggulangan cepat dan ekonomi bangkit.”Walau vaksin Corona baru akan muncul pada tahun 2021.  Ini  bisa jadi jaminan  akan terjadinya pemulihan ekonomi. Dan diharapkan bahwa vaksin itu benar-benar mampu menetralisir wabah ini,” timpalnya.

Ia meminta, wabah yang terus melucuti sendi ekonomi, tidak perlu mengharuskan para menteri berbicara banyak. Baik soal kebaradaaan vaksin, resesi ekonomi. ”Maksimalkan kerja saja. Sekarang ini, dari yang sakit sampai yang sehat sudah menanti vaksin itu. Lebih Cepat lebih baik. Dan kami tidak terlalu mempersoalkan apakah vaksin ini haram atau halal, segerakalnya,” timpal Arief.

Sementara itu, Ekonom senior Chatib Basri menyebutkan bahwa ketersediaan vaksin akan mempengaruhi cepatnya pemulihan ekonomi Indonesia yang melambat akibat dampak pandemi Covid-19. Ini seiring kewajiban penerapan protokol kesehatan yang membuat aktivitas perekonomian masyarakat yang tidak bisa beroperasi sepenuhnya.

”Sebelum vaksin selesai, protokol kesehatan harus tetap dijalankan. Artinya ekonomi harus beroperasi di bawah 100 persen. Dengan kondisi ini maka pemulihan akan berbentuk U bukan V,” paparnya.

Tak hanya itu, Chatib mengatakan ketika vaksin telah tersedia juga masih membutuhkan waktu untuk mendistribusikan kepada masyarakat sehingga pemulihan ekonomi belum bisa terjadi secara cepat. ”Coba buat hitungan sederhana misalnya vaksin tersedia Januari 2021 maka berapa orang yang harus mendapat vaksin lebih dahulu,” ujarnya.

Ia mencontohkan, vaksin tersedia pada Januari 2021 dan harus didistribusikan kepada orang-orang yang prioritas seperti orang tua berjumlah 25 juta orang dalam setahun. Itu artinya terdapat 68 ribu orang tua yang harus diberikan vaksin dalam satu hari selama setahun dengan 365 hari, sementara vaksin harus diberikan dua kali kepada satu orang.

”Kalau ada 25 juta orang dan setahun 365 hari maka setiap hari harus ada 68 ribu orang di vaksin selama setahun. Mampu kah kita memberi vaksin 68 ribu orang per hari? Saya tidak tahu,” katanya.

Oleh sebab itu, Chatib menuturkan pemerintah dapat memberikan ekspansi terhadap insentif yang telah ada sembari menunggu ketersediaan dan pendistribusian vaksin agar ekonomi tidak semakin tertekan.

”Tak ada insentif untuk ekspansi dan meningkatkan investasi. Ekonomi akan stuck atau pemulihan lambat,” tegasnya.

Terlebih lagi, Chatib memperkirakan perekonomian nasional pada kuartal III tahun ini masih akan tertekan seiring aktivitas masyarakat yang cenderung kembali melambat pada Juni hingga Agustus. ”Jika ekonomi hanya beroperasi 50 persen maka untuk banyak sektor break even point tak tercapai,” ujarnya.

Terpisah, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Hidayat Nur Wahid meminta vaksin yang sedang diusahakan pemerintah untuk mengatasi Covid-19 tetap harus memperhatikan aspek kehalalannya.

Wakil ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) dalam rilisnya yang diterima menyebut  bentuk dukungan terhadap pernyataan Wakil Presiden RI yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Makruf Amin agar vaksin tetap memperhatikan aspek kehalalan. ”Saya mendukung komitmen Wapres KH Ma’ruf Amin yang menegaskan bahwa harus ada sertifikat halal vaksin Covid-19 dari Sinovac asal Tiongkok sebelum diedarkan. Harusnya, hal ini menjadi sikap dan komitmen sejak awal, bukan di akhir proses,” katanya.

Hal itu, menurut dia, sangat penting karena sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, terutama UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal. Hidayat menilai kewajiban sertifikat halal merupakan upaya untuk memenuhi hak konsumen di Indonesia yang berpenduduk mayoritas beragama Islam. Hal itu perlu dilakukan agar tidak terjadi penolakan dari konsumen yang mayoritasnya Muslim.

Tags :
Kategori :

Terkait