Rupiah Tertekan di Tengah Badai Geopolitik, Adu Kuat Dolar AS vs Sentimen The Fed

Rabu 18-06-2025,10:21 WIB
Reporter : Diana Hrp
Editor : Diana Hrp
Rupiah Tertekan di Tengah Badai Geopolitik, Adu Kuat Dolar AS vs Sentimen The Fed

JEKTVNEWS.COM- Indonesia kembali menyaksikan drama pasar uang pada Rabu, 18 Juni 2025, ketika nilai tukar rupiah tergelincir ke posisi Rp16.307 per dolar AS, melemah 17,5 poin (0,11 persen) dibandingkan penutupan sehari sebelumnya di Rp16.289. Angka itu sekilas tampak hanya koreksi tipis, namun di baliknya tersembunyi cerita kompleks: dari tensi geopolitik di Timur Tengah hingga tarik‑uluran kebijakan bank sentral global.

BACA JUGA:Jangkau 67 Ribu Desa, AgenBRILink Terus Perkuat Inklusi Keuangan di Indonesia

Pelemahan mata uang bukan monopoli Jakarta. Di lantai bursa Asia, ringgit Malaysia mundur 0,13 persen, baht Thailand terkoreksi 0,15 persen, dan peso Filipina susut 0,17 persen. Meski begitu, bukan semua lantai dipenuhi warna merah. Yen Jepang naik 0,08 persen, dolar Singapura menguat 0,05 persen, sementara won Korea Selatan justru memimpin dengan kenaikan 0,19 persen. Kombinasi merah‑hijau ini menandakan investor Asia memilih selektif: melarikan dana ke mata uang safe‑haven atau berpegang pada fundamental domestik masing‑masing.

Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, men­duga rupiah bakal tetap rapuh sepanjang sesi perdagangan hari ini. Menurutnya, indeks dolar AS (DXY) bergerak lebih tinggi lantaran pasar kembali mencari aset aman setelah konflik bersenjata Iran‑Israel belum mereda. “Intervensi terbuka Amerika Serikat membantu Israel memicu kekhawatiran eskalasi baru,” ujarnya pada media. 

Namun ia buru‑buru menambahkan bahwa tenaga dolar mungkin terbatas. Pasar masih menunggu sinyal lanjutan dari Federal Reserve (The Fed) terkait arah suku bunga. “Selama sentimen The Fed menahan euforia, pelemahan rupiah kemungkinan terjaga di kisaran Rp16.300–Rp16.250,” jelasnya.

BACA JUGA:Dukung Insan Pers yang Berkualitas, BRI Fellowship Journalism 2025 Kukuhkan 45 Jurnalis sebagai Penerima Beasi

Pasar keuangan global sensitif terhadap berita perang, terlebih di Timur Tengah—wilayah vital rantai pasok energi. Ketika rudal beterbangan, harga minyak mentah melonjak, mengerek biaya impor Indonesia dan menambah tekanan pada current account. Alhasil, setiap desas‑desus eskalasi langsung berkorelasi dengan pelemahan rupiah. Bagi investor asing, logika sederhananya: lindungi portofolio, kencangkan sabuk, pindahkan dana ke aset dolar.

Indeks dolar AS—timbal ukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama—menanjak ke area 105,1. Level tersebut sebenarnya belum memecahkan rekor tahun ini, tetapi cukup membuat mata uang pasar berkembang, termasuk rupiah, kehilangan daya saing. Posisi DXY di atas 105 kerap diartikan pasar bahwa The Fed akan menahan suku bunga lebih tinggi lebih lama (higher for longer). Bunga tinggi berarti imbal hasil obligasi pemerintah AS menarik, mendorong arus modal keluar dari emerging market.

Pada rapat FOMC bulan lalu, The Fed memang masih menahan fed funds rate di kisaran 5,25‑5,50 persen. Namun, dot plot terbaru menunjukkan hanya satu kali pemangkasan bunga sepanjang 2025, lebih hawkish dari ekspektasi awal. Ariston menilai kalkulasi baru itu cukup untuk membentengi dolar, sekaligus menekan ruang apresiasi rupiah, setidaknya hingga data inflasi inti AS berikutnya memberi kejutan.

BACA JUGA:BRI dan Rumah BUMN Cetak UMKM Siap Ekspor: Kisah Sukses Baker’s Gram

Di dalam negeri, neraca dagang Indonesia masih mencatat surplus beruntun, namun perlambatan ekspor batu bara dan CPO mulai terasa. Bank Indonesia sendiri memarkir BI‑Rate di 6,25 persen demi menjaga marjin selisih (interest rate differential) dengan AS. Kebijakan stabilisasi lewat intervensi valas dan Domestic Non‑Deliverable Forward (DNDF) terus digeber, tetapi efektivitasnya dipengaruhi sentimen eksternal, bukan semata‑mata faktor makro domestik.

Pelaku pasar valas lokal biasanya menyorot dua level kunci: Rp16.250 sebagai support kuat harian—di mana Bank Indonesia kerap muncul lewat DNDF—dan Rp16.350 sebagai resistensi psikologis berikutnya. Jika rupiah mampu bertahan di bawah 16.300 jelang penutupan, momentum rebound bisa muncul esok hari. Sebaliknya, tembusnya 16.350 membuka peluang pengujian ke 16.400 dalam waktu singkat.

Menariknya, yen Jepang justru mencatat penguatan walau bank sentralnya masih ultra‑longgar. Alasannya sederhana: yen dianggap mata uang safe‑haven klasik ketika gejolak geopolitik meledak. Euro dan poundsterling juga naik tipis, tetapi lebih karena pembetulan teknikal setelah sempat oversold. Sementara itu, dolar Australia pulih seiring kenaikan harga komoditas logam dasar, sedangkan franc Swiss—safe‑haven lain—sedikit melemah akibat aksi ambil untung.

BACA JUGA:Jakarta Beri Hadiah Ulang Tahun ke Warga, Pemutihan Denda Pajak Kendaraan Berlaku hingga 31 Agustus 2025!

Bagi eksportir berbasis dolar, kurs tinggi jelas menggemukkan margin ketika omzet dikonversi ke rupiah. Sebaliknya, importir dan perusahaan bertumpu bahan baku impor mesti ekstra cermat mengatur lindung nilai (hedging). Wisatawan yang merencanakan liburan musim panas ke luar negeri mungkin mempertimbangkan menukar rupiah lebih awal sebelum kurs ber­lari lebih jauh.

Strategi Pelaku Pasar

Kategori :