Ramai-Ramai Kritik Rumah Subsidi 18 m² Layak Huni atau Sekadar Solusi Murah Meriah?

Minggu 08-06-2025,09:52 WIB
Reporter : Diana Hrp
Editor : Diana Hrp
Ramai-Ramai Kritik Rumah Subsidi 18 m² Layak Huni atau Sekadar Solusi Murah Meriah?

Mereka juga menekankan pentingnya pendekatan partisipatif, di mana MBR dilibatkan sejak awal dalam perencanaan. Dengan begitu, rumah yang dibangun tidak sekadar murah tapi juga sesuai kebutuhan penghuni.

Negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura pernah menghadapi dilema serupa. Mereka berhasil menekan harga hunian lewat efisiensi desain tanpa mengorbankan martabat manusia. Kuncinya adalah kualitas bangunan, optimalisasi ruang, dan integrasi dengan transportasi publik.

BACA JUGA:Raja Ampat dalam Dilema Antara Tambang Nikel dan Kelestarian Alam

Singapura, misalnya, memiliki unit HDB (Housing Development Board) dengan ukuran mulai dari 36 m² namun tetap layak huni karena tata ruang yang efisien, pencahayaan maksimal, dan akses fasilitas umum yang baik.

Jika usulan rumah 18 m² ini disahkan dan diterapkan luas, maka ada potensi munculnya kantong-kantong hunian sempit yang tak jauh beda dari permukiman kumuh yang selama ini ingin dihapuskan pemerintah. Maka, publik perlu terus mengawasi, bersuara, dan ikut membentuk arah kebijakan.

Apalagi, rumah bukan sekadar tempat tinggal. Ia adalah titik awal pendidikan anak, kesehatan keluarga, dan produktivitas individu. Menyediakan rumah yang layak bukan hanya soal angka dan anggaran, tetapi juga soal martabat dan masa depan bangsa.

Usulan rumah subsidi berukuran 18 meter persegi menyentil nurani banyak orang. Di satu sisi, ini mencerminkan kegelisahan pemerintah terhadap backlog perumahan. Di sisi lain, ini menjadi ujian moral bagi negara—apakah mengejar kuantitas boleh mengorbankan kualitas hidup warga?

BACA JUGA:BSU Rp600 Ribu 2025: Kapan Cair dan Berapa Kali? Ini Jawabannya!

Kini, keputusan ada di tangan pembuat kebijakan. Tapi suara masyarakat, pakar, dan warga yang akan menempati rumah-rumah itu harus menjadi bagian dari diskusi. Sebab hunian layak bukan kemewahan, melainkan hak dasar setiap manusia.

Kategori :