ASN Sulit Bersikap Netral

Kamis 06-08-2020,07:25 WIB
Editor : Ra

JAKARTA – Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mencatat, terdapat 456 ASN yang dilaporkan melanggar netralitas di Pilkada. Mereka yang dilaporkan, mendekati partai politik terkait pencalonan. Terutama bagi ASN yang memiliki posisi atau jabatan tertentu.

Dari 456 data pegawai ASN yang dilaporkan, sebanyak 344 orang telah diberikan rekomendasi penjatuhan sanksi pelanggaran netralitas oleh KASN. Dari rekomendasi tersebut, yang sudah ditindaklanjuti pemberian sanksi dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) atau kepala daerah baru kepada 189 ASN atau 54,9 persen.

Ketua KASN Agus Pramusinto menjabarkan, dari 456 ASN yang dilaporkan, paling banyak diadukan adalah melakukan pendekatan ke parpol terkait pencalonan sebanyak 21,5 persen. Pelanggaran netralitas kedua paling banyak adalah kampanye dan sosialisasi di media sosial sebanyak 21,3 persen.

Selanjutnya, pelanggaran netralitas paling banyak ketiga adalah mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan sebanyak 13,6 persen. Serta memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon kepala daerah sebanyak 11,6 persen, terakhir pelanggaran netralitas paling banyak diadukan adalah membuat keputusan yang dapat menguntungkan atau dapat merugikan paslon sebanyak 11 persen.

Kemudian dari 456 ASN yang dilaporkan melanggar netralitas terdapat data top 10 instansi pemerintah dengan jumlah pelanggaran netralitas tertinggi. (Selengkapnya lihat grafis, Red).

“Berdasarkan kondisi tersebut diperlukan langkah yang taktis dan sinergis dalam upaya menegakkan netralitas Pilkada serentak 2020. Sehingga perhelatannya benar-benar menjadi sebuah pesta demokrasi yang aman dan tertib di daerah-daerahnya masing-masing,” ujar Agus di Jakarta, Rabu (5/8).

Dia mengatakan, birokrasi yang berpolitik dalam perhelatan Pilkada Serentak 2020 seharusnya menjadi peringatan atau alarm bagi semua pihak. Menurutnya, banyaknya pucuk pimpinan birokrasi yang terlibat dalam pelanggaran netralitas ASN akan berpotensi pada penyalahgunaan wewenang.

Pelanggaran-pelanggaran tersebut, lanjutnya, tentunya menjadi pengingat agar Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember 2020 mendatang benar-benar dapat terhindar dari penyalahgunaan wewenang ASN. “Harus dipastikan pelaksanaan suksesi melalui Pilkada serentak ini tidak ada pengerahan birokrasi. Karena ASN netral dan birokrasi tidak berpolitik itu harga mati,” ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan mengungkapkan berdasarkan data Stranas PK hingga Juni terdapat 369 ASN yang dilaporkan melanggar netralitas. Jumlah tersebut hampir mendekati jumlah pelanggaran netralitas ASN pada Pilpres.

“Yang mau saya bilang di pilpres itu 412 saja pelanggarannya. Tapi yang 2020 ini kan cuma 270 Pemda. hanya setengah saja kan itu sudah 369 baru jalan bulan Juni, belum masa kampanye. Kita ingin membangunkan kesadaran bersama bahwa netralitas ASN ini serius. Bukan sekadar milih sana dan sini. Karena begitu tidak netral sudah pasti pencegahan korupsi tidak berjalan,” paparnya.

Ia meminta sanksi bagi ASN yang melanggar netralitas Pilkada dan bagi PK yang tidak menjalankan rekomendasi KASN dipertegas. Adanya SKB 5 menteri nantinya akan memberikan sanksi yang lebih kepada ASN dan PKK yang melanggar netralitas ASN.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Johan Budi mengatakan sangat sulit menjaga netralitas ASN sewaktu pelaksanaan atau praktik Pemilu di lapangan. “Jadi dari sisi payung hukum, netralitas ASN dijaga betul. Tapi di dalam praktik di lapangan, kita tahu bahwa menjaga netralitas ASN itu sungguh sangat sulit,” kata Johan dalam webinar Komisi Aparatur Sipil Negara di Jakarta, Rabu (5/8).

ASN juga warga negara tentu memiliki pilihan politik masing-masing. Jadi sebenarnya ketidaknetralan ASN itu adalah kepastian. Misalnya, pada pasal 70 ayat 1 Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 disebutkan, bagi peserta Pilkada yang menggunakan ASN untuk kampanye dapat dikenakan sanksi cukup berat yakni kurungan penjara hingga enam bulan. “Jadi ada aturan perundang-undangan yang menjaga ASN harus tetap netral,” ucap Johan.

Yang harus diperhatikan ke depan adalah penegakan hukum dari pelanggaran netralitas ASN. “Sulit sekali ASN bersikap netral. Memang bagi ASN yang tidak memiliki posisi tertentu di pemerintahan, netral itu menjadi lebih mudah dibandingkan ASN yang punya jabatan tertentu yang bisa digunakan untuk mendukung salah satu calon,” pungkas Johan. (khf/fin/rh)

Tags :
Kategori :

Terkait